Lebih lanjut Anang menyebutkan dari 16 subsektor ekonomi kreatif hanya tiga subsektor yang berkontribusi terhadap PDB di atas 10 persen yakni subsektor kuliner (41,69%), fashion (18,15%) serta kriya (15,70%).
“Selebihnya di bawah 10 persen kontribusi di PDB nasional. Apalagi seperti subsektor musik, seni pertunjukan, film, seni rupa, desain interior, angka PDB-nya tidak mencapai 1 persen. Saya sedih betul lihat angka-angka ini,” sesal Anang.
Oleh karenanya, Anang menilai pemerintah masih memperlakukan ekonomi kreatif seperti bisnis pada umumnya. Padahal, kata Anang, dalam berbagai kesempatan Presiden mendengungkan tentang ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
“Mestinya, komitmen Presiden tadi diwujudkan denngan politik hukum berupa membentuk regulasi yang mendorong pembentukan sistem yang ajeg, politik anggaran yang menyokong penguatan di sektor ini, termasuk politik penegakan hukum seperti memberantas pembajakan,” imbuh Anang.
Anang mencontohkan persoalan industri musik yang sampai saat ini belum tuntas baik soal pembajakan maupun soal pembagian royalti. Menurut dia, keberadaan UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tidak spesifik mengatur soal permusikan.