Kediri, sketsindonews – Perempuan dan anak merupakan sumberdaya potensial dalam pembangunan Indonesia. Kekuatan keduanya berperan dalam mengisi pembangunan di berbagai bidang, sekaligus dapat mengantarkan Indonesia menjadi salah satu bangsa yang besar, kuat dan mandiri.
Sayangnya, kondisi sebagian perempuan dan anak masih mengalami tindakan
kekerasan, pelecehan dan perdagangan orang. Perempuan juga kerap dirugikan
dalam masalah keperdataan yang menyebabkan mereka tidak memperoleh hak yang sama, seperti kasus perebutan harta dan hak waris, hak pengasuhan anak, perceraian, tuntutan ganti rugi dan kasus ketenagakerjaan.
Hal ini dikatakan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise pada acara pembukaan pelatihan Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak di Gedung Walikota Kediri, Surabaya (15/8).
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia selama 5 tahun terakhir
mulai dari tahun 2011 dengan total jumlah kekerasan sebanyak 2.178 terus
meningkat hingga mencapai 4.309 pada tahun 2015. Namun demikian yang
dilaporkan justru jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah
sebenarnya. Karena pada umumnya perempuan dan anak korban kekerasan sering merasa ragu, maupun takut dalam melaporkan kekerasan yang dialaminya. Atau ada kendala lain seperti sulitnya akses dalam mencapai layanan pengaduan dan kurangnya informasi yang dimiliki perempuan dan anak.
“Banyaknya permasalahan perempuan dan anak ini melatarbelakangi
Kementerian PP dan PA untuk membentuk Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk melakukan upaya-upaya membantu korban dan pendampingan untuk mendapat layanan yang dibutuhkan,” Yohana.
Satgas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak, memiliki fungsi antara lain:
a) melakukan penjangkauan terhadap perempuan dan anak yang mengalami
permasalahan
b) melakukan identifikasi kondisi dan layanan yang dibutuhkan perempuan
dan anak yang mengalami permasalahan
c) melindungi perempuan dan anak di lokasi kejadian dari hal yang dapat
membahayakan dirinya
d) menempatkan dan mengungsikan perempuan dan anak yang mengalami
permasalahan ke Bagian pengaduan, Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak atau lembaga layanan lainnya
e) melakukan rujukan dan/atau rekomendasi kepada Pusat Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak terdekat atau lembaga layanan perempuan
dan anak untuk mendapatkan layanan lebih lanjut.
Dijelaskannya bahwa pembentukan Satgas PPPA untuk salah satu cara penanganan permasalahan
perempuan dan anak sebab begitu besar peran perempuan anak bagi negara, maka sudah sewajarnya mereka dilindungi dan diberikan perlakuan khusus untuk memenuhi hak asasinya serta berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia.
Hal ini pun, menurutnya sudah terjamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, serta bukan hanya menjadi tugas Satgas PPA namun merupakan tanggung jawab kita semua.
“Seluruh lapisan masyarakat dari
berbagai kalangan seperti badan usaha, media, LSM dan lainnya harus bersama-
sama bergandengan tangan menangani, mencegah dan menyelesaikan masalah
terkait perempuan dan anak,” pungkas Yohana. (Eky)