Antara Warteg, Pajak, dan Tax Amnesty

oleh
oleh

Tetapi dari 1000 pengusaha warteg diseluruh Indonesia, paling hanya 0,5% nya saja yang berpenghasilan seperti warteg Warmo. Ada dua macam system pungutan pajak bagi warteg, pertama secara resmi atau melalui pengecekan, dan pemerintah yang menetapkan berapa beban pajaknya. Kedua, self assesment, atau para pedagang makanan yang menyetor pajak langsung ke kantor pajak sesuai pemasukan yang mereka dapat.

Perasaan sangat kecewa dan terpukul masih dirasakan sampai sekarang oleh Ketua Kowarteg Tegal, H.Sastoro, SE di temui kediamannya beberapa waktu lalu, ” Kenapa pajak 10% bagi usaha warteg ini masih tetap di tagihkan ya.

Sekarang kan Pemerintah sudah menetapkan Tax Amnesty bagi Pengusaha-pengusaha kaya dan besar agar dapat memindahkan uang nya yang sebagian besar di investasikan di luar negri agar dibawa kembali ke Indronesia, dengan dikenakan pengampunan pajak yang nilai nya bisa mencapai triliunan rupiah. Tetapi kenapa usaha warteg masih tetap akan dikenakan pajak 10%, oleh Pemerintah. Karena seharusnya pemerintah bisa turun ke bawah melihat kondisi sebenarnya, masih banyak usaha warteg yang peralatan masaknya, peralatan dapurnya, tidak mewah, termasuk tempat usaha nya saja masih banyak yang kontrak atau sewa, tempat usahanya dibuat dari papan atau bambu bambu seadanya, yang terpenting bagi mereka adalah mereka tetap menjaga kebersihan, keamanan makanannya, sesuai peraturan yang telah ditetapkan dan disetujui bersama sebagai anggota Koperasi warteg (Kowarteg), yang di ketua oleh H.Sastoro, SE. Sebenarnya motto mereka bekerja di usaha warteg adalah, ” yang penting bekerja bisa kumpu dengan saudara-saudaranya yang di rantau, atau bisa kumpul lagi dengan sesama teman sewaktu di kampung Tegal, yang mereka inginkan adalah bekerja secara halal semoga dapat merubah nasib kehidupannya, bukan kerja dengan cara Korupsi.

Kalau semua usaha warteg termasuk yang baru mulai, semakin terus ditekan dan di haruskan tetap bayar pajak 10%, pasti nya harga makanan di warteg pasti akan melambung seperti harga di restauran di mal mal, dan yang paling lebih sengsaranya lagi adalah tetap warga miskin, yang tidak akan mampu untuk makan di warteg warteg yang berada di sekitar an DKI Jakarta. (Kumara/Soes Biarto)

No More Posts Available.

No more pages to load.