Ayat 2; Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 s.d.4).
Jika PT Freeport memahami Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, sudah semestinya menghormati sepenuhnya political will Pemerintah Republik Indonesia yang dijalankan oleh Kementerian ESDM RI dalam melaksanakan ketentuan Undang-undang No. 4 Th. 2009 tentang Minerba, untuk mengusahakan kerjasama pertambangan di Bumi Indonesia yang menyejahterakan rakyat Indonesia tanpa menafikan kemanfaatan untuk investor. Dan jika PT FI mematuhi hal ini, berarti keberadaan mereka di Indonesia murni bisnis, tidak ada motif untuk merampas kekayaan alam Indonesia.
Alih alih menghargai kedaulatan Indonesia dengan menyambut itikad baik Kementerian Pertambangan RI, PT FI seoalah menantang. Dalam siaran persnya, Senin, 20 Februari 2017, Bos PT Freeport Mc Moran Richard Ackerson menolak mengakhiri Kontrak Karya 1991, dengan dalih karena izin operasi yang dijamin IUPK bersifat tidak pasti dan persetujuan ekspornya pun jangka pendek. IUPK menurut Mc Moran tidak menjamin kepastian hukum dan fiskal.
DPN Rumah Gerakan 98 menilai asumsi Mc Moran benar-benar keliru. Sebab Pasal 169 UU Minerba mengatur ketentuan yang memungkinkan Freeport memperoleh stabilitas investasi. Hal ini diatur dalam PP No. 1 Th. 2017 sebagai revisi dan tindak lanjut semua peraturan yang telah terbit sebelumnya.
Bahkan berdasarkan UU Minerba dan Peraturan Pemerintah di atas, Freeport juga bisa melanjutkan usahanya seperti sedia kala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi IUPK asalkan Freeport membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan (Pasal 169 dan Pasal 170 UU No. 4/2009). Persoalannya Freeport sudah 7 tahun lebih belum juga membangun smelter.
Dalam dalih penolakannya, Freeport tanpa malu mengungkit ungkit kontribusinya kepada Pemerintah RI seolah Indonesia berhutang budi. Mc Moran menyebut Freeport selama berlangsungnya Kontrak Karya telah melakukan investasi sebesar 12 miliar dolar AS. DPN Rumah Gerakan 98 tidak merasa takjub dengan angka bermiliar dolar AS itu. Semua orang tahu, nilai investasi 12 miliar dolar AS dalam masa 50 tahun, berarti hanya bernilai 240 juta dolar AS per tahun. Coba bandingkan dengan nilai investasi PT Feni Haltim (PMDN) di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara yang nilainya 1,78 miliar dolar AS. Lalu PT Antam (PMDN) untuk perluasan pabrik biji nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara senilai 522,7 juta dolar AS. Semua terjadi pada tahun 2014.
Terlebih soal tenaga kerja, DPN Rumah Gerakan 98 melalui Ketua Umum Benard ali Mumbang dan Sekretaris Jenderal Sayid Junaedi Rizaldi menuntut Freeport untuk malu dengan PT Gudang Garam, Tbk. Perusahaan rokok nasional yang berdiri sejak 1958 itu menyerap 43.000 tenaga kerja.