Jakarta, sketsindonews – Forum Warga Peduli Pilikada DKI 2017 membuat petisi kepada Presiden Joko Widodo terkait Pelaksanaan Pilkada DKI pada 15 Februari 2017 (“Pilkada”) diwarnai oleh berbagai isu dan praktek yang sangat kontroversial.
Berbagai pelanggaran dan kecurangan diduga telah terjadi dalam pelaksanaan Pilkada ini. Bawaslu menemukan 97 kasus yg terbagi menjadi lima bentuk pelanggaran, yakni 26 kasus pelanggaran terkait daftar pemilih tetap (DPT), 18 kasus terkait persoalan logistik pemilu, 5 kasus keterlibatan penyelenggara, 8 kasus politik uang, dan 40 kasus kesalahan prosedur.
Aplikasi Qlue mencatat 805 dugaan pelanggaran Pilkada. Relawan Paslon 2 mencatat sekitar 1600 laporan. Belum lagi laporan yang masuk ke pihak Paslon lainnya. Diperkirakan sekitar 10ribu sampai 25ribu warga resmi DKI Jakarta tidak dapat menggunakan Hak Pilih-nya karena penyelenggaraan Pilkada yang kotor dan tidak rapih, dan bahkan mungkin sekali berpihak.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut juga tidak luput dari liputan beberapa media,
Pembungkaman massa dan perampasan hak suara terjadi secara masif di seluruh penjuru Jakarta seperti:
Dipersulit atau dihalangi untuk melaksanakan hak pilih karena tidak memiliki/membawa Form C6. Hal ini bertentangan dengan surat Edaran KPUD DKI No. 162/KPU-Prov-010/II/2017 tentang Pelaksanaan dan Perhitungan Suara di TPS, Pasal II No. 2b. Jika Pemilih tidak dapat menunjukkan form C6 tetapi terdaftar dalam DPT, Pemilih dapat menggunakan hak pilihnya setelah menunjukkan KTP/Paspor/identitas lainnya. KPU RI sudah menegaskan bahwa C6 adalah bukan syarat untuk memilih: Buka: kpu.dki.formulir.C6.bukan.syarat.untuk.memilih Dipersulit dalam mencoblos ketika tidak membawa E-KTP dan KK, dan dihadapkan pada jam buka TPS yang tidak sesuai aturan. Hal ini bertentangan dengan surat Edaran KPUD DKI No. 162/KPU-Prov-010/II/2017 tentang Pelaksanaan dan Perhitungan suara di TPS, Pasal II No. 2c. Pemilih menggunakan hak pilihnya pada pukul 07.00 s/d 13.00 WIB.TPS yg dipaksa untuk tutup jam 13.00 WIB walaupun antrian pemilih masih panjang.Hal ini bertentangan dengan surat Edaran KPUD DKI No. 162/KPU-Prov-010/II/2017 tentang Pelaksanaan dan Perhitungan suara di TPS, pasal II no. 11. KPPS wajib melayani Pemilih sampai semua pemilih selesai menggunakan hak pilihnya.Tidak tersedianya TPS yang ditentukan KPU, beberapa TPS di berbagai tempat tidak dibuka dan digabung ke TPS lain dengan jumlah surat suara yang terbatas dan tidak sesuai dengan DPT (karena penggabungan TPS).Petugas KPPS yang berpihak dan kasar terhadap pendukung paslon tertentu (dalam beberapa kasus sampai melibatkan pihak yang berwajib.Kekeliruan penentuan surat suara tidak sah yang berlebihan (dari lubang terlalu besar, mencoblos dua kali dalam kotak paslon yang sama, dimana hal ini tidak menyalahi peraturan KPU).Tidak tersedianya kertas suara tambahan yg cukup diwarnai kericuhan.Dan masih banyak pelanggaran lainnya
Melihat dan menanggapi kejadian-kejadian tersebut, warga DKI Jakarta pesimis akan memperoleh pelaksanaan Pilkada putaran dua yang adil dan representatif di bawah kepemimpinan Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno.