“Penguatan peran masyarakat sipil terjadi di era Reformasi. Masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan seperti di masa orde baru, tetapi mereka juga bisa berperan aktif sebagi subjek pembangunan,” katanya.
Penguatan peran masyarakat itu, lanjut Wawan dapat dilihat dari berbagai bidang desentralisasi politik, ekonomi dan administratif. Dia mencontohkan di bidang politik, pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah merupakan buah dari reformasi.
Jika di masa orde baru tentu hal tersebut tidak dimungkinkan, karena kuatnya intervensi penguasa dalam menentukan pemimpin-pemimpin pemerintahan.
Khususnya di bidang ekonomi terjadi perubahan sangat besar di mana dengan sistem desentralisasi fiskal memungkinkan transfer anggaran dari pusat ke daerah jauh lebih besar dibandingkan saat Orde Baru.
“Di masa reformasi ini pun pengakuan terhadap peran masyarakat dilakukan dari level provinsi, kabupaten hingga di level desa dengan diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 6/2014 tentang Desa.
Kedua UU tersebut menjamin pasokan pendanaan pembangunan daerah dan desa dengan adanya Dana Transfer dan Dana Desa yang ditransfer langsung ke kabupaten dan desa-desa. Dana tersebut dialokasikan untuk membiayai kebutuhan dasar dan pelayanan publik.
Perlahan namun pasti yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,” katanya.