“Yang membedakan angkutan sewa umum dan sewa khusus (online) itu salah satunya adalah wilayah operasi. Sehingga dengan adanya wilayah operasi tentu perijinannya dikeluarkan oleh Pemda setempat, nanti kebijakannya biar Gubernur yang menentukan. Jika nantinya ada perbedaan tarif antar wilayah, bisa dimaklumi, karena kebutuhan ekonomi dan tingkat kepadatan lalu lintasnya beda”, jelas Sesjen.
Saat ini uji publik terhadap revisi PM No.32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, masih dilakukan. Dengan uji publik ini, diharapkan Kemenhub dapat merumuskan regulasi yang mengakomodir kepentingan semua pihak, baik dari masyarakat pengguna, penyedia jasa aplikasi, taksi konvensional, maupun pihak-pihak yang netral, seperti pengamat dan akademisi. Kemenhub menargetkan Revisi PM No.32 Tahun 2016 akan selesai pada bulan April.
“Kami targetkan April selesai. Kalau aturan ini sudah tuntas, sesuai dengan masukan, maka kami minta semua pihak mentaati supaya tidak terjadi kericuhan lagi”, tutup Sesjen.
Revisi PM No.32 Tahun 2016 terus disosialisasikan. Revisi dilakukan, karena selama ini aturan tersebut kerap menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Adapun beberapa hal yang ditambahkan ke dalam revisi PM No.32 Tahun 2016, antara lain jenis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus (online), batas kendaraan angkutan sewa khusus (online), kewajiban STNK berbadan hukum, uji KIR, pool, bengkel, pajak, akses digital dashboard, dan sanksi. (*)