Elektabilitas Pilgub DKI Dalam Contens Dunia Maya

oleh
oleh

Jakarta,sketsindonews – Rebutan suara di ruang elektabilitas yang sempit Konten terkait PILKADA DKI JAKARTA masih terus bermunculan di media sosial.

Para pendukung yang dipandu maupun tidak dipandu oleh tim sukses resmi menghamburkan sebanyak mungkin konten diberbagai platform media sosial.

Situasi Pilkada DKI Jakarta yang memasuki putaran kedua dengan hanya menyisakan dua pasang calon tentu kembali mengingatkan publik pada pertarungan Pilpres 2014, dimana Prabowo Subianto melawan Joko Widodo yang akhirnya dimenangkan Jokowi melalui proses panjang hingga ke Mahkamah Konstitusi. (2-04-2017)

Suasana berhadap-hadapan dan
masyarakat yang terbelah juga dirasakan di Banten dan Yogyakarta, terlebih perolehan suara Quick Count sangat tipis dibawah 1 persen.

Kini Kembali terjadi di pilikada DKI Jakarta, Riset kuantitatif sudah menunjukkan bahwa sesungguhnya hanya tersisa tidak lebih dari 15 % suara yang bisa dialihkan pilihannya pada putaran kedua.

Sekitar 40% lebih suara pasti memilih Ahok apapun konten yang diposting oleh pihak lawan. Begitu juga sekitar 40% warga DKI Jakarta yang tidak akan memilih Ahok yang kebanyakan
berkumpul di kubu Anies-Sandi.

Dari 15 % suara itu ada yang belum terdaftar diputaran pertama, ada yang pendukung Agus-Sylvi yang tersingkir di putaran pertama, lalu pemilih pemula yang tidak juga tidak mudah untuk meyakinkan mereka.

Dalam ruang elektabilitas yang sempit, masing-masing calon sebenarnya tinggal butuh 8-10% untuk memastikan kemenangan di putaran kedua.

Yang paling menentukan pada kondisi seperti ini adalah kombinasi kampanye udara dan pasukan darat yang massif dan terukur, sambil menghindari blunder di hari-hari terakhir yang akan menguntungkan pihak lawan.

Media sosial sendiri memiliki dinamika yang menarik, mengukur elektabilitas dari beberapa alat ukur yang dimiliki media sosial juga belum tentu memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

Namun untuk melihat kecenderungan dan sentimen publik bisa lebh akurat dibandingkan media utama.

Kekuatan media sosial adalah interaksi dan jejaring pertukaran informasi yang cepat dan terukur. Pasangan Anies-Sandi cukup mampu memanfaatkan kelebihan media sosial ini dengan mengatur konten foto, desain dan video yang seragam.

Jika dibanding dengan material foto dan video dari Ahok-Djarot tampak bahwa tim Anies menyiapkan materi dengan tone warna, typografi, desain, logo dan jargon yang lebih mudah dicerna oleh publik.

Ahok-Djarot tampil dengan slogan beragam: Kerja, Ini Baru Jakarta, Kampanye Rakyat, Gue2, Badja dst.

Beda dengan Anies-Sandi yang konsisten dengan slogan Jakarta Maju Bersama. Konten terpecah efektif untuk diterapkan diawal kampanye namun agak sulit ketika bergerak di ruang elektabilitas yang sempit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.