Do’a Dari Rakyat Untuk Milad Sang Presiden Jokowi

oleh
oleh

Keahliannya menggergaji kayu inilah yang kemudian membawanya ingin memahami ilmu tentang kayu.

Lalu ia berangkat ke Yogyakarta, ia diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, jurusan kehutanan. Ia pelajari dengan tekun struktur kayu dan bagaimana pemanfaatannya serta teknologinya. Di masa kuliah ia jalani dengan amat prihatin, karena tak ada biaya hidup yang cukup. Kuliahnya disambi dengan kerja sana sini untuk biaya makan, ia sampai lima kali indekost karena tak mampu biaya kost dan mencari yang lebih murah.

Hidup dengan prihatin membawanya pada situasi disiplin, Jokowi mampu menerjemahkan kehidupan prihatinnya lewat bahasa kemanusiaan, bahwa dalam kondisi susah orang akan menghargai tindakan-tindakan manusiawi, disinilah Jokowi belajar untuk rendah hati.

Setamat kuliah ia tetap menjadi tukang gergaji kayu, tapi ia sudah memiliki wawasan, ia melihat industri kayu berkembang pesat, ia mendalami mebel.

Disini ia pertaruhkan segalanya, rumah kecil satu-satunya bapaknya ia jaminkan ke Bank. Dan ia berhasil, ia bukan saja tapi ia juga pengambil resiko yang cerdas, ia berhasil dari sebuah bengkel mebel dengan gedek disamping pasar yang kumuh berhasil dikembangkan. Ia menangis ketika pekerja-pekerjanya bisa makan.

Suatu saat ia kedatangan orang Jerman bernama Micl Romaknan, orang Jerman ini kebetulan tidak membawa grader (ahli nilai) kayu, ia ngobrol dengan Jokowi,

Kata orang Jerman itu : “Wah, di Jepara saya ketemu orang namanya Joko, baiklah kamu kunamakan saja Djokowi, kan mirip Djokovich” akhirnya terciptalah sebuah nickname Jokowi yang melegenda itu.

Perkembangan bisnisnya bagus, ia dipercaya kerna ia jujur, orang Jerman suka dengan orang yang jujur dan pekerja keras, Jokowi hanya tidur 3 jam sehari, selebihnya adalah kerja.

Ia tak pernah makan uang dari memeras atau pungli, ia makan dari keringatnya sendiri. Dengan begitu hidupnya berkah. Jokowi berhasil mengekspor mebel puluhan kontainer dan ia berjalan-jalan di Eropa.

Tidak seperti kebanyakan orang Indonesia yang mengunjungi Eropa dengan cara hura-hura atau foto sana, foto sini tanpa memahami hakikat masyarakatnya. Jokowi di Eropa berpikir reflektif.

“Kenapa kota-kota di Eropa, kok sangat manusiawi, sangat tinggi kualitasnya baik kualitas penghargaan terhadap ruang gerak masyarakat sampai dengan kualitas terhadap lingkungan” lama ia merenung ini, akhirnya ia menemukan jawabannya.

No More Posts Available.

No more pages to load.