Maka, menurutnya RUPS tidak sah dan dirinya masih memiliki legal standing untuk menggugat.
“Akta RUPS No.11 Tanggal 7 Juni 2013 yang oleh para tergugat dianggap sah dengan alasan bahwa RUPS adalah organ tertinggi, tidak memperoleh pengesahan dari KemenkumHAM yang tercantum pada surat KemenkumHAMNo. AHU2.AH.01.01-1150 tanggal 17 Desember 2015 ” ucap beliau sambil menunjukkan bukti otentik data.
RUPS tersebut dilakukan pada saat kepemilikan saham dirinya masih dalam sengketa dengan tergugat. Saham tersebut atas nama CV Lestiani dalam nomor perkara 161/Pdt.G/2013/PN.JKT.SEL.
Karena siapa yang menjadi pemegang saham turut tergugat I atau PT Blue Bird Taxi masih disengketakan, menurutnya, maka para tergugat tidak berhak untuk menentukan sendiri siapa pemegang saham yang sah dan melakukan RUPS berdasarkan pendapatnya sendiri.
“Paling tidak, kalaupun RUPS dipaksakan, maka RUPS harus diadakan berdasarkan susunan pemegang saham yang disahkan oleh KemenkumHAM yaitu susunan pemegang saham yang ada di akta No.68 tanggal 19 Februari 1991. Para tergugat mengganti saham CV Lestiani dengan perseroan milik para tergugat dengan nama yang mirip, yaitu PT Ceve Lestiani,” terang Mintarsih.