Bisa jadi Ia sebenarnya mengarahkan tujuan perkataannya pada peristiwa penyalibanNya yang diawali ketika Ia memasuki kota Jerusalem sebagai orang yang begitu dielu-elukan.
Namun “mereka” mengelu-elukan itu juga yang akhirnya “menyalibkanNya. Bisa kita lihat pada bagian sebelumnya, bagaimana “mereka yang menguasai tulisan kitab-kitab dan tahu nubuat tentang Mesias” begitu berkeras pada pemahamannya tanpa mau melakukan pembaharuan bahwa apa yang mereka ajarkan selama ini sudah digenapi.
Mereka tetap pada pola pikir lama dan justru menganggap kehadiran Yesus bukan sebagai bukti nyata penggenapan Mesianis itu tapi menganggapnya sebagai “ancaman” akan keberadaannya.
Bukankah kita juga demikian. Kita merasa sudah lama mengenal Tuhan, sudah lama mengikut Tuhan, sudah lama bersaksi tentang Tuhan. Tapi ada sebuah pertanyaan yang mendasar : Dengan cara siapakan kita selama ini melakukan itu? Jangan-jangan selama ini kita melakukannya dengan cara kita; yang apabila tidak sesuai dengan keinginan kita maka bukan kita yang harus berubah tapi orang yang di sekitar kita.