Ngobrol politik itu juga menghadirkan Ketua Umum Projo (Pro-Jokowi) Budi Arie Setiadi dan wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy.
Burhanuddin mengatakan, fenomena politik post-truth ini telah terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Persoalan ini akan terulang walau tingkat kepuasan masyarakat terhadap Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat saat itu cukup tinggi, yaitu mencapai 74 persen, tetapi pasangan ini justru terjungkal.
“Di Indonesia, khususnya di Pilkada DKI, kinerja incumbent bukan satu-satunya faktor keterpilihan. Buktinya, warga DKI yang puas pada Ahok mencapai 74 persen, tetapi tidak memilih Ahok. Kita temukan ada 30 persen pemilih yang puas pada Ahok, tapi tidak memilih Ahok. Ini bisa saja terjadi pada pemilu 2019,” ujarnya.
Burhan – panggilan Burhanuddin mengatakan, fenomena post-truth merupakan perilaku politik warga global yang memilih pejabat publik tidak semata-mata karena faktor objektif, tapi karena tarikan emosional secara primordial, etnis dan agama.