Menurut bakal calon yang mengusung ‘Kaltim Baru religius’ ini, masalah yang paling krusial di Kaltim saat ini adalah masalah ekonomi. Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan, seiring dengan fluktuatifnya harga jual batu bara serta minyak dan gas (migas). Akibatnya, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ikut anjlok.
“Jika di 2013 APBD Kaltim mampu mencapai Rp 15,14 triliun, maka di 2017 ini APBD dapat dikatakan terjun bebas menjadi Rp 8,820 triliun. Tren penurunan ini sudah terjadi sejak 2013. Saat itu, APBD berada diangka Rp 13,93 triliun. Namun 2017 menjadi puncak anjloknya APBD Kaltim,” ujar pria yang juga Inisiator Gerakan Aktivis Muda sekaligus sebagai Ketua Yayasan Rumah Peneleh ini.
Selain itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam, Aji Dedi Mulawarman ini menilai, sengkarut ekonomi Kaltim tak bisa dilepaskan dari orientasi pembangunan pemerintah yang hanya fokus pada kebijakan ekonomi dan politik ekstraktif.
Kebijakan ekonomi yang dimaksud yakni, ketika ekonomi dijarah habis-habisan tanpa mengembalikan hakekatnya sumber daya alam (SDA) untuk menjadi lebih baik. Menurutnya, ekonomi di Kaltim hanya mengandalkan sumber daya alam, seperti batu bara dan migas. Serta industri yang tidak ramah lingkungan, seperti agribisnis.