Untuk itu, Hanibal juga meyakini bahwa pemberhentian jabatan tersebut memang ditujukan untuk menyingkirkannya. “Yang dinilai terlalu loyal pada kepentingan lembaga pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan mengekspresikan kewajiban sesuai Tupoksi tersebut dengan lugas,” katanya.
Hal ini sesuai dengan adanya sikap Hanibal Hamidi saat diminta oleh menteri untuk megajak serta salah satu direktur eksekutif suatu perusahaan swasta nasional dibidang bahan pakan ternak (CP) saat kunjungan ke Desa Kawalelo, Penghasil Shorgum di Flores Timur.
Sebelumnya, Hanibal diperkenalkan oleh menteri desa kepada manajer tersebut di ruang menteri Desa PDTT. “saya kuatir hasil produksi desa, Shorgum yang akan dikembangkan masyarakt desa, menjadi bahan pangan utama penduduk desa kawalelo, akan diarahkan untuk dijual oleh Desa kepada perusaahan tersebut,” ujarnya.
Dia menegaskan, “Semua informasi ini saya siapkan bukti buktinya, bila nanti dibutuhkan saya sudah siapkan.”
Lebih lanjut, menurut Hanibal, untuk memberhentikanya, Menteri Desa PDTT cukup memanggil dan menjelaskan saja atau meminta untuk mengundurkan diri saja.
“Tentu kami pastikan, kami akan melaksanakanya, kami memahami bahwa esensi jabatan adalah peran yang dipercayakan pimpinan kepada siapapun sesuai ketentuan yang terkait. Untuk itu kami tahu diri apabila pimpinan mempercayakan pada siapapun sebagai pejabat di Direktorat PSD, maka kami pasti mendukung,” tegasnya.
“Tetapi bukan dengan administrasi yang salah, SK yang tidak memiliki dasar untuk menjadi keputusan pemberhentian saya, sehingga performance kelembagaan tata usaha Kementerian Desa PDTT harus dikorbankan,” tambahnya.
Langkah yang ditempuh
Atas pemberhentian secara mendadak tersebut, Hanibal mengatakan telah meminta penjelasan terkait kesalahan apa yang telah dilakukannya sebagai pejabat ASN.
“Sikap kami atas pemberhentian mendadak tanpa ada peringatan, atau pembinaan atau penjelasan sesuai fatsun dan ketentuan yang ada (UU ASN/ PP tentang Disiplin PNS), sebelum adanya hukuman sangsi “berat” tersebut, melalaui surat pengaduan Keberatan Administrasi adalah untuk memberikan koreksi administrasi atas produk ketatausahaan negara di Kementerian Desa PDTT agar tidak menimbulkan preseden buruk secara kelembagaan, sekaligus meminta penjelasan tentang kesalahan apakah yang kami lakukan selaku ASN, sehingga kami dapat memperbaikinya di kemudian hari,” paparnya.
Dipaparkan bahwa Surat Keberatan tersebut dilayangkan ke Kementerian Desa PDTT, dengan dasar bahwa dia adalah pejabat JPT Pratama (Eselon 2), dengan pejabat atasan langsung sebagai pejabat yang berwenang menghukum adalah Dirjend PPMD (eselon 1).
“Maka alamat surat keberatan sebagaimana UU No 5 Tentang ASN, ditujukan kepada atasan perjabat berwenang menghukum adalah Menteri Desa PDTT, bukan Presiden seperti apa yang dimaksud dengan oleh Hakim PTUN,” terangnya.
Menurutnya, hal ini sejalan dengan pendapat Saksi Ahli dari Komisi ASN, maupun pernyataan saksi ahli dari Kemenkumham yang menyatakan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung, sehingga surat keberatan seharusnya ditujukan kepada Menteri Desa PDTT.