Setiap aku dan Ayah pergi bersama, Ayah selalu mengajarkanku tentang dunia fotografi. Karena fotografi adalah hobi yang dimiliki oleh Ayah dan kebetulan fotografi juga salah satu mata kuliah di jurusanku.
Ayah yang kutahu menyimpan banyak sekali kekesalan dan juga kesedihan di dalam dirinya, malah hampir tidak pernah marah atau terlihat sedih di depan aku dan keluargaku. Ayah berusaha sekali untuk selalu sabar dan tersenyum. Aku bisa merasakannya.
Kesedihannya baru terlihat saat kakak laki-laki tertuaku meminta berhenti kuliah. Kakakku tidak mau mengejar pendidikannya lagi. Entah apa alasannya, aku tidak begitu mengerti.
Kakak tertuaku ini memang tergolong orang yang pendiam bahkan kurang dekat dengan Ayah. Kakakku lebih memilih bercengkerama dengan Ibu dibandingkan Ayah.
Saat Ayah berusaha untuk mendekatinya, Kakak selalu menepis dan Ayah selalu gagal. Menyikapi itu semua, Ayah masih tetap sabar dan tak mau mengeluarkan sisi kegalakannya.
Hingga kini, aku tak bisa berhenti mengagumi kegigihan Ayah.
Aku salut dengan segala perjuangannya mulai dari nol hingga sekarang. Ayah yang hanya lulusan STM namun dapat bekerja di perusahaan besar selama bertahun-tahun.
Ayah juga berhasil naik pangkat saat di kantor dari karyawan biasa menjadi asisten manager. Ayah selalu berpikir dan bekerja keras demi membayar biaya pendidikan ketiga anak-anaknya. Entah berapa banyak kerutan di dahinya saat ini.