Jakarta, sketsindonews – Masyarakat berduyun memadati Dermaga Tigaras saat operasi SAR tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara, Jumat, 29 Juni 2018.
Setelah hari ke-12 pencarian tenggelamnya kapal tersebut di Danau Toba yang sulit terdeteksi tim Basarnas hanya menunggu jasad para korban terapung.
Ahli geologi, Gagarin Sembiring, mengatakan korban karamnya KM Sinar Bangun yang mengalami kecelakaan pada Senin, 18 Juni 2018, belum banyak muncul ke permukaan karena kedalaman Danau Toba.
Dengan capaian kedalaman sekitar 500 meter, jasad korban karamnya KM Sinar Bangun membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat terapung diatas air
“Meskipun dalam keadaan tanpa arus, naiknya jasad korban juga tidak dapat diprediksi,” ucap pengurus daerah Sumatera Utara Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu, (29/6)
Apalagi, selama ini, belum pernah ada simulasi berapa kecepatan turun dan naiknya suatu obyek jika tenggelam dengan kedalaman 500 meter di Danau Toba.
“Kita enggak bisa berharap korban ditemukan di atas permukaan danau.” Hal ini bisa dijadikan pertimbangan untuk mengevakuasi korban kepada wartawan.
Belum lagi jika kapal berada di dasar danau yang miring dan meluncur ke bawah. “Ini menyebabkan arus turbidit serta lumpur di permukaan itu. Jadi tidak bisa dipastikan.”
Hingga Jumat, 29 Juni 2018, pencarian KM Sinar Bangun telah memasuki hari ke-12. Meskipun telah mendeteksi posisi kapal melalui alat remotely operated vehicle (ROV), tim Basarnas masih memikirkan cara evakuasi bangkai kapal ke permukaan. Faktor kedalaman Danau Toba menjadi salah satu penghalang serius untuk menarik kapal dari posisinya.
Kecelakaan yang menimpa KM Sinar Bangun terjadi di antaranya karena faktor karakteristik Danau Toba. “Kecelakaan itu terjadi lebih karena faktor human error dan meteorologi,” ujar Gagarin.
Rencana evakuasi jenazah korban karamnya KM. Sinar Bangun di dasar Danau Toba menghadapi beberapa tantangan teknis. Alat berteknologi mutakhir untuk evakuasi benda di dasar perairan sudah tersedia, tapi tim masih perlu menimbang penggunaan alatnya.
Setelah robot dalam air milik BPPT berhasil mengidentifikasi keberadaan jenazah di dasar Danau Toba dengan kedalaman 450 meter, wacana evakuasi berkembang. Tim masih harus mencari solusi untuk evakuasi alat ROV yang tersangkut tali di lokasi kapal tenggelam serta pilihan mengangkat jenazah atau kapal dari dasar danau.
Menurut Henky Suharto, Direktur PT Mahakarya Geo Survey yang ikut dalam misi pencarian korban dan KM. Sinar Bangun ada robot bawah air jenis lain yang berfungsi mengangkat benda di perairan dalam.
Alat yang disebut ROV bertipe working class itu lazim dipakai perusahaan minyak dan gas. “Misalnya untuk inspeksi pipa bawah laut,” katanya, Jumat, 29 Juni 2018.(**)