Menjadi Pemimpin Yang Adil dan Jujur

oleh
oleh

Keinginan Ahab ini saya pikir sangat wajar. Bukankah kita juga menginginkan yang sama? Kalau bisa, saya pikir kita juga sangat mengingini agar tempat kerja tidak jauh dari rumah kita.

Kalau bisa hanya dengan berjalan kaki kita bisa sampai ditempat kerja, sehingga tidak perlu kuatir dengan kemacetan yang selalu kita alami khususnya di kota Jakarta ini. Demikian juga tempat sekolah anak-anak kita, dan sebagainya.

Masalahnya ialah ketika keinginan tersebut tidak memungkinkan terwujud (mentok) apakah kita harus menghalalkan cara-cara yang tidak terpuji? Ahab, ketika keinginannya mentok, dimana Nabot tidak bersedia menjual kebun anggurnya dengan alasan yang sangat jelas, yakni Tuhan melarang penjualan tanah pusaka/warisan nenek monyangnya[5], membuatnya kesal, gusar bahkan menyakiti diri dengan mengurung diri dan tidak mau makan.

Keinginan telah berubah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Akibatnya sangat luar biasa, Nabot orang yang taat terhadap aturan agama, harus mati ketika berhadapan dengan Izebel yang jahat, yang menghalalkan segala cara untuk menyenangkan hati suaminya, raja Ahab, dengan memenuhi keinginannya memiliki kebun anggur Nabot[6].

No More Posts Available.

No more pages to load.