“Kalau mengacu pada ketentuan Perda 3, pembelian aset harus didasari Pergub, tapi sampai sekarang, meski sudah 2 tahun truk- truk itu dibeli, Pergub tentang pembelian itu tak ada,” tegasnya.
Ketika ditanya mengapa Gubernur dan DPRD tidak mempermasalahkan? Amir menjelaskan karena saat pembelian dilakukan, Gubernur Jakarta masih dijabat Ahok, sementara mayoritas fraksi di DPRD merupakan pendukung Gubernur bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama saat itu.
“Jadi, bagaimana mau ditindak? Karena itu, ini tugas Anies untuk meluruskan apa yang bengkok, dan memperbaiki apa yang tidak benar dari era pemerinthan sebelumnya,” terang Amir.
Isnawa juga dinilai gagal menangani Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, yang menjadi tempat pembuangan akhir sampah warga Jakarta.
Belum lagi untuk menangani sistem sanitary renfill di tempat itu, DLH menjalin kerjasama dengan dua perusahaan, yakni PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) , dan kerjasama diputus.
“Namun kemudian secara diam-diam DLH justru tetap bekerjasama dengan PT NOEI dengan tanpa diikat perjanjian. Ini jelas melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” katanya.
Isnawa juga diduga bermain mata dengan PT Grand Xavier Propertindo (GXP), perusahaam yang memenangkan lelang “Cover Soil” atau pengadaan tanah merah untuk menutup lapisan sampah di TPST Bantargebang. Pasalnya, ada kejanggalan dalam pelaksanaannya.