Jakarta, sketsindonews – Saksi Ahli dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sumardi menyebutkan bahwa pemberhentian terkait kepentingan organisasi itu luas maknanya bisa menyangkut permasalahan kepegawaian atau memang ada misi-misi organisasi.
Namun terkait kasus yang dialami oleh Sapari yang saat itu menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) tidak fokus permaslahannya terkait dengan pemberhentian tersebut.
Hal tersebut diterangkan oleh Sumardi saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Sapari terhadap Kepala BPOM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jakarta Timur, Rabu (13/3) dengan agenda saksi.
Terkait alasan ketidakprofesionalan yang menyebabkan penggugat diberhentikan, Sumardi berpendapat bahwa ada 4 hal yang harus dipenuhi agar dapat dinyatakan profesional yakni sesorang mempunyai pengetahuan dibidang pekerjaan; skill atau keterampilan; prilaku; dan terakhir adalah tindakan.
“Maka seorang pejabat di pememrintah bisa dikatakan profesioanl harus memenuhi 4 hal tersebut,” terangnya.
Lanjut Sumardi, ketika permasalahn seorang pejabat itu lebih ke fungsi penjemputan tentu sebagai ASN harus mempunyai sebuah etika sesuai dengan PP 42 tahun 2004 dimana ASN memiliki sikap dan etika berwarganegara, bermasyarakat dan berdiri sendiri serta mempunyai kewajiban pola hidup sederhana itu penting.
Saat ditanyakan jika ASN dalam posisi jabatan tinggi, maka kondisi apa ASN bisa diberhentikan dari jabatannya?
“Dalam kondisi mengundurkan diri, ditugaskan belajar kemudian mengajukan cuti serta dianggap tidak cakap dalam memenuhi persyaratan jabatan bahwa itu baru bisa diberhentikan,” jawab Sumardi.
“Kembali menegaskan apabila ASN tersebut tidak memenuhi 5 hal kemudian dicopot apa tanggapan saudara ahli?,” tanya majelis
“Menurut kami tidak ada alasan untuk memberhentikan dari jabatan tersebut ketika tidak sesuai dengan aturan jadi harus memenuhi lima hal tersebut,” jawabnya lagi.
Kembali majelis bertanya, “Ketika ASN menjabat JPT apa yang menjadikan alasan pemberhentian JPT tersebut?”
“Kembali lagi bahwa JPT Ketika diberhentikan diposisi 60 tahun yang menjadi pertanyaan kenapa diberhentikan? Namun ketika sudah terpenuhi syarat- syarat yang ditentukan terpenuhi tadi, ya boleh- boleh saja,” jelas Sumardi.
“Sementara yang menentukan JPT bahwa ASN itu memenuhi menduduki jabatan tersebut yakni adalah atasan dan bisa juga tim penilai kinerja,” tambah Sumardi.
Usai persidangan, Kuasa Hukum Penggugat Muhammad Rivai mengatakan bahwa keterangan ahli tersebut cukup mendukung dalil gugatan yang mereka lakukan.
“Sudah jelas tadi ahli berpendapat bahwa untuk memberhentikan ASN yang menduduki JPT harus sesuai UU. Dalam UU ada beberapa persyaratan pemberhentian,” ujarnya.
Terkait dengan kasus kliennya, menurut Rivai sesuai keterangan ahli maka tidak ada satupun syarat yang terpenuhi agar Sapari diberhentikan.
“Karena sebelum memberhentikan pak sapari dari JPT Pratama, seharusnya ada hukuman disiplin. Sementara sengketa ini, tidak ada hukuman disiplin,” terangnya.
Lanjutnya, untuk alasan kepentingan organisasi itu terlalu luas, abstrak menurut ahli. Sehingga semestinya dijatuhi hukuman disiplin terlebih dahulu lalu dicopot dari JPT Pratama.
“Bukan langsung dicopot hanya kerena kepentingan organisasi, sementara kepentingan organisasi definisinya tidak jelas,” pungkasnya.
(Eky)