Berdasarkan kesadaran tersebut dan mengingat krisis global pada 1998 yang menghancurkan ekonomi Indonesia akibat pondasi ekonomi yang sangat rapuh akibat propaganda “tricle down efect” gagasan Sumitro, menyebabkan pondasi ekonomi Indonesia hanya fatamorgana semata.
“Dana APBN dimasa orde baru digunakan hanya untuk membesarkan perusahaan besar swasta yang akhirnya memonopoli usaha berbagai bidang dengan dukungan perusahaan sedang dan kecil (layaknya perusahaan besar meneteskan air pada perusahaan kecil konsep ‘tricle down efect’, yang sesungguhnya merupakan jejaring usahanya sendiri. Sehingga yang terbentuk adalah “layaknya gurita” ekonomi monopoli, yang akhirnya menyebakan krisis ekonomi Indonesia dan memicu terjadinya gerakan rakyat menuntut reformasi,” papar pria yang merupakan Alumni Pascasarjana UI ini dan tercatat sebagai peserta didik program Doktroral di IPDN.
Hanibal yang juga tergabung dalam Fokus Wacana UI ini mengatakan bahwa sejak 2015, Jokowi melalui pembangunan infrastruktur secara besar-besaran untuk menurunkan biaya produksi (efisiensi), dan membongkar “mata rantai” simbul kekuasaan mafia ekonomi lama yang bercokol di Pertamina, freeport, dan lain-lain.
Pembangunan Infrastruktur yang sekaligus untuk membesarkan BUMN yang terkendali dan produktif, serta kebijakan memberantas korupsi di segala lini birokrasi dan kebijakan untuk menambah anggaran pembangunan dengan menarik uang yang tersimpan diluar negeri sekaligus memfasilitasi investasi dari berbagai negara melalui berbagai insntif dan kemudahan perijinan.
Maka, secara perlahan Indonesia menjadi negara yang dilirik dunia untuk berinvestasi, hal tersebut telah termuat dalam liris berbagai lembaga independen dunia, sebagai negara yang paling menarik untuk investasi, sehingga akan memastikan Indonesia menjadi negara maju, kaya dan sejahtera (no 5 dunia).
Bersamaan dengan fase ‘Bonus Demografi’ Indonesia saat ini hingga 2045 mendatang, dimana puncaknya akan terjadi pada tahun 2030, maka periode RPJMN 2020-2024, pemerintahan Jokowi ke 2 akan memperioritaskan pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas, agar dapat meningkatkan produksi yang berdaya saing tinggi (Kualitas tinggi dengan harga bersaing karena infrastruktur/ efisien dalam mengoptimalkan kekayaan alam yang masih cukup).