MA: Jika Pengadilan Menerima Salinan Putusan, Akan Segera Menyampaikan Ke Terdakwa Dan Jaksa Sebagai Eksekutor

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Abdullah merespon pernyataan korban ijazah palsu Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia) yang menginginkan terdakwa segera dieksekusi.

Diketahui dalam berita sebelumnya, Juru Bicara Korban Ijazah Palsu STT Setia, Yusuf Abraham Selly mengaku mendapat informasi bahwa pihak MA akan segera mengirimkan putusan ke pengadilan pengaju yakni Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

“Hari rabu Kemarin kita sudah ke Mahkamah Agung menemui bagian informasi, lalu bagian informasi menghubungi juru sita, didapat informasi bahwa berkasnya sedang di Paking, dan akan dikirim antara hari kamis atau jumat,” ungkap Yusuf melalui siaran pers, Jumat (17/5/2019).

Untuk itu, Yusuf berharap jika PN Jaktim setelah menerima berkas dari Mahkamah Agung, agar tidak terkesan menghambat.

“Kami akan memastikan ke Pengadilan, agar terdakwa segera di eksekusi atau di tahan rutan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan bahwa kasus tersebut sangat perlu dikawal, karena pihaknya menduga ada upaya-upaya agar menghambat jalannya kasus tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Abdullah menjelaskan bahwa tugas Pengadilan Jakarta Timur adalah memberitahukan secara resmi dengan menyampaikan Salinan putusan kepada Terdakwa Dan Jaksa selalu eksekutor.

“Selanjutnya eksekusi putusan menjadi kewenangan Jaksa, Bukan kewenangan pengadilan,” jelasnya, melalui pesan WhatsApp kepada sketsindonews.com, Minggu (19/5/2019).

Ketika ditanya apakah ada proses lain setelah berkas diterima PN Jaktim, Abdullah menegaskan bahwa pihak pengadipan akan segera memberitahukan kepada Jaksa dan Terdakwa.

“Tidak ada, Pengadilan Negeri melalui Juru sita akan segera memberitahukan Salinan putusan kepada Terdakwa Dan Jaksa agar segera dieksekusi,” pungkasnya.

Sebagai informasi, kedua terdakwa yakni Rektor STT Setia, Matheus Mangentang dan Direktur STT Setia, Ernawati Simbolon dinyatakan bersalah dan divonis 7 tahun penjara, dengan Denda 1 Milyar (Subsider 3 Bulan) pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak berubah hingga Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. Perkara 3319 K/PID.SUS/2018, Tanggal 13 Februari 2019 lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.