“Katno dan Radja tidak bekerja sendiri. Melainkan Katno dan Adi Radja berkolaborasi dengan Septa Hamid dan Krisna Mulawarman. Konon kedua merupakan pegawai berlambang petir,” ungkap Bomyamin.
Namun Kar Powership Internasional tidak bisa mengoperasionalkan kapal listrik itu. Kemudian dibentuklah PT Karpower Ship Internasional dengan saham 95% dan Adi Radja beserta Katno mendapat 5 persen saham.
Kemudian sambung Bonyamin, PT PLN dan PT Kar Powership Internasional bersepakat meneken kontrak tentang mekanisme supply listrik , penagihan, harga kwh, pembeliaan BBM jenis MFO 380 Cst dan ongkos angkut biaya ditentukan PLN tanpa justifikasi MOPS Singapura ditambah USD 90 metrik ton.
“Dari kontrak induk PT PLN dan PT Kar Powership Internasional, Adi Radja membentuk tiga perusahaan baru sebagai lokal patner. Tujuannya, untuk menangani pembelian BBM jenis MFO Cst dan manajemen keuangan diatur oleh Adi Radja dan Sandra” kata pria kelahiran Jawa Tengah.
Ketiga perusahaan itu adalah, satu PT Tiga Lentera Abadi dengan Dirut Sulaksono, Direksi Syamsul Rizal dan Direktur Umum Niken. Niken bertugas mengatur SDM lokal, logistik dan persiapan infrastuktur agar kapal bisa beroperasi. Kedua, PT Adya Bahra Shipping. Dirut M Lutfi, Direksi Wijaya Brojonegoro, Dirops Max Patiata, Asisten Keuangan Haris. Selain itu Haris mengurus perizinan agar kapal listrik bisa masuk dan bisa beroperasi di Indonesia.
Terakhir PT Tiga Lentera Adhya Direktur Utama Adi Radja, Direksi Suherman Mappa dan Keuangan Sandra.