Jakarta, sketsindonews – Distrust terhadap KPK publik semakin menjadi terlebih lembaga anti rasuah ini di prediksikan tak punya taji lagi dalam memberantas Korupsi di Indonesia.
Sebuah tulisan Ninoy N Karundeng merupakan uneg – uneg bahkan menjadi cacian terhadap institusi lembaga ini yang begitu kuat di intervensi oleh berbagai kepentingan Dalam melemahkan berbagai cara baik melalui revisi UU KPK hingga proses rekruitmen anggota KPK itu sendiri.(15/9)
Saya dan publik awam selama ini terkecoh. Saya bersama para seniman dulu membela KPK. Mati-matian. Bersama Arswendo Atmowiloto, Sys NS, Djadjang S. Noer, para rektor, mahasiswa, duduk bersama dengan pimpinan KPK – mendukung ditangkapnya Setya Novanto. Namun, ternyata kami, kita tidak terlalu benar. Kita tidak melihat KPK dengan jernih. KPK ternyata bobrok.
KPK Gerbong Kereta Reot
Ternyata perang antar kelompok di KPK tidak bisa ditutupi lagi. Model KPK seperti ini sudah lama berlangsung. Ada penasihat KPK. Namun tidak berfungsi. Adanya sinyalemen kekuasaan KPK ada di bagian divisi Penyidikan makin terbukti kebenarannya.
Kasus Novel Baswedan – Novel sendiri sebagai masalah karena mewakili kelompoknya – adalah potret betapa internal KPK terpecah-belah tanpa arah. Catatan tentang penindakan juga memble. Biaya karyawan dan pimpinan KPK yang Rp1 triliun juga tidak sedikit. Namun prestasinya cuma kecil-kecilan, tangkap tangan sekelas Rp 250 juta si Rommy, atau tangkap tersangka yang digantung kasusnya seperti RJ Lino. Berantakan.
Kasus besar seperti BLBI, Hadi Poernomo, RJ Lino juga, skandal Bank Century sama sekali tidak disentuh. Kasus besar lain seperti E-KTP pun berhenti di Setya Novanto. Keterlibatan pembuat kebijakan besar seperti Gamawan Fauzi tidak tersentuh. Belum lagi kasus-kasus lain ketika KPK ‘sengaja’ kalah melawan misalnya Hadi Poernomo. Caranya?