Dr Agus mengatakan jika bahasa daerah punah maka budaya sebagai roh jati diri bangsa juga ikut punah. Sebab lanjutnya, bangsa tanpa jati diri sulit menjadi bangsa yang besar.
“Perhatikan bangsa-bangsa besar dan maju yang tetap mempertahankan tradisi bahasa dan budaya,” pinta pria yang berdomisili di Bengkulu.
Dikatakannya, sebagai pejabat negara mustinya menggunakan bahasa Indonesia. Karena penggunaan bahasa mencerminkan jatidiri bangsa.
“Penggunaan bahasa asing yang berlebihan di ruang publik cerminan menurunnya nasionalisme. Ini sesuai amanat undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara,” imbuh Agus.
Gejala semacam ini, ia melanjutkan, bisa disebabkan karena bilingualitas (kemampuan dwibahasa), gengsi dan gagah-gagahan; rasa rendah diri; kurang menghargai bahasa negara serta sindrom poskolonial.