Christianto Wibisono ; Sebuah Narasi Rule of Karma 1966 – 2019

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Hukum alam dalam peribahasa pelajaran Budi Pekerti, “siapa menabur angin akan menuai badai”.
Dalam bahasa politik ada: “tit for tat, quid pro quo” Golden Rule ada disemua agama dengan pelbagai versi.


Yang positif berupa anjuran  berbuat baik : do unto others what you want others do unto you”.
Yang berupa larangan : do not do unto others what you dont want others do unto you”.
Anti memoirs 74 tahun saya penuh dengan contoh tit for tat atau quid pro quo. 

Pada akhir riwayat politiknya; Bung Karno mereshuffle Kabinet Dwikora II menjadi kabinet 100 menteri pada 24 Februari 1966 yang hanya akan berusia 32 hari. Sebab pada 28 Maret 1966 harus direshuffle lagi jadi Kabinet Dwikora III dengan penciutan jumlah menteri secara drastis.

15 menteri kabinet termasuk dua waperdam Subandrio dan Chairul Saleh ditangkap oleh Letjen Soeharto selaku Pangkopkamtib, pengemban Supersemar. Secara ajaib, 32 tahun kemudian, kabinet terakhir Soeharto: Kabinet Pembangunan VII, yang dilantik 16 Maret 1998 hanya akan berusia 66 hari. Karena pada 21 Mei 1998, 15 menteri kabinetnya akan membelot dan tidak bersedia ikut reshuflle lagi.

Maka Soeharto lengser 21 Mei 1998.
Tuhan bekerja diluar rencana manusia.
Tanggal 21 Mei 2019, 21 tahun setelah suksesi bernuansa people power melalui tragedi The Rape of Jakarta 12-14 Mei 1998, sebagian oknum elite mendaur-ulang skenario perkosaan penjarahan  Mei 1998 dengan “The Battle of Bawaslu”. Provokasi daur ulang Mei 1998 gagal total karena Tuhan tidak membiarkan repetisi kudeta 1966 dan 1998. Ditujukan kepada Presiden ke-7, Jokowi yang deserve melanjutkan periode kedua

Raja pemenang akan mengakhiri nyawa pesaingnya. Pemilihan umum modern Barat lah yang memperkenalkan agar pertikaian politik diselesaikan dengan metode: “from the bullet to the ballot” Menggantikan cara kudeta primitif penusukan keris ala Brutus Ken Arok thd petahana. People power sudah bicara melalui pemilu tgl 17 April 2019 dan sudah nyata Jokowi menang 55% meski “meresahkan” bahwa 45% pemilih masih memilih penantang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.