Jakarta, sketsindonews – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengancam dua tingkat keatas dengan pelaku, akan diberikan sanksi apabila terbukti “bermain” hukum.
“Saya akan berikan sanksi dua tingkat keatas pelaku,” katanya saat acara makan malam bersama korps Adhyaksa di Hotel Yasmin, Cianjur, Senin (2/12/2019) malam.
Soal menggertak mantan Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun), Burhanuddin juga pernah mengatakan akan membinasakan para jaksa yang sengaja memeras atau memproses hukum para kepala daerah maupun pelaku usaha bisnis.
“Kalau ada jaksa nakal, saya akan bina, Kalau tidak bisa dibina, saya akan binasakan. Saya akan tindak setegas-tegasnya kalau ada yang nakal,” kata Burhanuddin di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (15/11/19) kala itu.
Pakar hukum pidana Petrus Selesrinus mengungkapkan, sukses tidaknya seorang jaksa agung membinasakan para jaksa-jaksa yang memeras kepala daerah atau pengusaha, bergantung kepada komitmennya.
“Tergantung dari apakah jaksa agungnya bersih atau tidak, apakah jakksa agungnya punya catatan buruk di masa lalu atau tidak, apakah jaksa agungnya sebelum jadi jaksa agung pernah melakukan praktek peras kepala daerah atau pengusaha atau tidak,” ujar petrus kepada sketsindonews.com Sabtu, (16/11/19).
Ia mengatakan budaya peras di kalangan aparat pengak hukum bukan soal baru dan sudah jadi rahasia umum. Sebab menurutnya, setiap korban pemerasan oleh jaksa atau polisi hanya bisa meratapi nasibnya tanpa bisa menuntut.
“Karena jika berani menuntut maka akan berhadapan dengan tuntutan pencemaran nama baik. Oleh sebab itu jaksa agung akan kesulitan menindak jaksa-jaksa yang memeras,” ulas Petrus
Petrus menduga “bonus” seorang jaksa didapatkan dari para pencari keadilan yang ketakutan.
“Jaksa-Jaksa akan bilang yang dilarang jaksa agung dan presiden itu jangan memeras, tetapi menerima gratifikaskan boleh karena tidak dilarang,” pungkas dia.
Senada dengan Petrus, dosen dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Ia pun meragukan komitmen Jaksa Agung ST Baharuddin yang akan menbinasakan oknum jaksa. Sebab menurutnya komitmen itu dibalut dengan kepentingan politik
“Artinya disatu sisi sepertinya membersihkan aparatur intetnalnya yang sudah kadung terkenal banyak oknum jaksa yang menggunakan jabatannya untuk memeras, disisi lain kepentingannya memperkuat jabatannya,” kata Fickar.
Alasannya ujar dia, karena jaksa agung merupakan jabatan politis, yang tidak mewajibkan pada jaksa karier. Karena itu lanjutnya, jaksa agung sebelum membuat pernyataan, semestinya melihat jajaran dibawahnya.
“Kan menjadi tidak konsisten dengan kenyataan bahwa masih ada jaksa mantan aspidum yang terbukti menerima suap. Demikian juga jaksa perantaranya. Seharusnya kasus kasus internal warisan masa lalu diselesaikan. Jika demikian, maka pernyataan jaksa agung yang berupa komitmen untuk membersihkan hanya akan menjadi jargon saja,” sindirnya.
(Sofyan Hadi)
Jaksa Agung Ancam Jaksa Nakal, ‘Bina Atau Binasakan’
