Daripada Bahas ISIS, Frans Ansanay Lebih Suka Bahas Pemekaran dan Ingatkan Soal Exile Post 1965

oleh
oleh
Ketua Bamus Papua-Papua Barat, Willem Frans Ansanay

Jakarta, sketsindonews – Isu terkait pemulangan Kombatan ISIS terus bergulir, dimana secara pribadi Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menunjukkan penolakan atas rencana pemulangan tersebut.

“Ya kalau bertanya kepada saya, ini belum ratas ya, kalau bertanya kepada saya, saya akan bilang tidak (bisa). Tapi masih dirataskan,” ujar Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (05/02/20).

Menurutnya rencana tersebut harus benar-benar diperhitungkan, oleh karena itu dia memerlukan masukan dari sejumlah Kementerian/Lembaga.

“Sampai saat ini masih dalam proses pembahasan dan sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses. Plus dan minusnya,” katanya.

Pernyataan Presiden tersebut, ditanggapi oleh Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Diaz Hendropriyono yang juga mendukung apabila WNI eks ISIS tak dipulangkan ke Indonesia.

“Sejalan dengan Presiden, saya dengan tegas menolak jika WNI eks ISIS dipulangkan ke Indonesia,” ungkap Diaz yang juga menjabat sebagai Stafsus Presiden Bidang Isu Strategis ini, Kamis (06/02/20), seperti dikutip dari liputan6.

“Pada umumnya tidak ada negara yang mau menerima lagi warga negaranya yang pernah bergabung ke dalam ISIS di luar negeri. Melihat dari sudut pandang strategis dan keamanan, pemulangan ini tentu sangat berisiko untuk negara,” imbuhnya.

Saat dihubungi, Minggu (09/02/20) malam, Ketua Umum Bamus Papua-Papua Barat, Willem Frans Ansanay justru lebih tertarik mengenang kisah Mahasiswa Exile Post 1965.

“Mereka dilarang pulang ke Indonesia karena belajar Ilmu dan Teknologi di Eropa Timur dan Negara-negara lainnya untuk kemajuan bangsanya Indonesia tercinta setelah program Nasionalisasi Aset-Aset Belanda dll (Asing) Tahun 1954, bahkan hampir tidak sampai 1 % belajar ilmu politik,” paparnya mengutip salah satu tulisan.

“Dari yang dikirim Bung Karno yang jumlahnya ribuan dari tahun 1955-1965 dan dianggap berbuat jahat kepada Negerinya oleh Orde Baru,” singkatnya.

Kembali saat disinggung terkait isu ISIS tersebut, Frans mengatakan lebih menyerahkan kepada pemerintah. “Serahkan saja ke Pemerintah,” ujarnya.

“Lebih baik pemerintah memikirkan bagaimana pelaksanaan pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat ketimbang memikirkan 600 orang lebih pengikut ISIS yang sudah berkhianat terhadap NKRI,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.