Bangunan Masjid Agung Sumenep Representasi Keberagaman Etnis

oleh
oleh

Tak ayal jika banyak pengunjung mengabadikan momen keindahan tersebut dengan berswafoto. Tempat-tempat strategis momen berfoto di antaranya, pada sisi gapura masjid, pintu masuk, dalam masjid, dan halaman masjid. 

Menariknya, masjid ini tidak seperti bentuk bangunan masjid pada umumnya yang mayoritas dibikin modern. Motif klasik nan tradisional bangunan menyimpan makna filosofis yang merepresentasikan keberagaman etnis, di antaranya Arab, Persia, Cina, dan Jawa.

Pengaruh unsur Arab dan Persia dapat terlihat pada peletakan kubah kecil di atap bangunan sisi kanan dan kiri halaman masjid. Warna-warna kontras yang memadukan merah, hijau, dan emas pada beberapa detail elemen ukir mengingatkan pada gaya ornamen negeri Cina.

Adapun pengaruh budaya lokal, dalam hal ini gaya khas arsitektur Jawa, dapat dilihat dari bentuk atap bergaya tajug kerucut lancip menjulang tinggi. Atap model ini banyak diterapkan pada bentuk-bentuk candi kuno warisan peradaban Jawa.

Gapura masjid yang berdiri kokoh sebagai simbol jika umur masjid sudah tua. Sebab unsur-unsur bangunan yang melekat pun masih tidak berubah bentuk, seperti tiang dan pilar, atap, dan jendela masjid. 

Sementara pada bagian utama masjid dilengkapi tujuh pintu, berukuran tiga meter. Enam jendela yang masing-masing berukuran dua meter membuat pencahayaan alami dari luar dapat menerobos bebas ke dalam masjid. 

Kemudian sisi dalam masjid, keistimewaan terlihat pada bagian mihrab yang diapit oleh dua relung dan dilapisi keramik Cina. Ukiran pahat batu berupa bunga berwarna merah dan emas semakin mengentalkan nuansa Cina. 

Tepat di atas imam terdapat hiasan pedang. Dahulu ada dua pedang di sana, pedang perak Arab dan Cina. Sayangnya, pedang Cina tersebut dikabarkan hilang.

Garapan Arsitektur Tionghoa 

Kala itu keraton dipimpin oleh Panembahan Somala atau dikenal juga dengan nama Panembahan Asiruddin. Pengaruh kuat Cina dalam arsitektur masjid juga memiliki kisah menarik. 

Kala itu Panembahan Somala melakukan salat istikharah dan mendapat petunjuk ada tukang keturunan bangsa Cina yang terdampar di pesisir uatara Sumenep tepatnya di Desa Pasongsongan.

Setelah dicari, ternyata informasi itu benar. Salah seorang tukang di desa tersebut adalah keturunan Cina, dia bernama Lauw Phia Ngo, cucu Lauw Khun Thing, satu dari enam pemuda asal Cina yang terdampar di Pasongsongan. Mereka melarikan diri dari daratan Cina akibat perang besar.

Panembahan Somala pun meminta Lauw Phia Ngo untuk membubuhkan ekspresi seni pada bangunan masjid. Lauw Phia Ngo lalu membangun pintu gerbang dengan mengadopsi arsitektur dari berbagai bangsa. Pintu gerbang utama masjid dibangun mirip kelenteng. 

Ada cungkup utama di atas bangunan yang menurun pada sisi kanan dan kirinya, mirip lekukan Tembok Cina. Kemudian pintu gerbang tersebut salah satu karya Lauw Phia  Ngo yang banyak memberi pengaruh pada bangunan masjid secara keseluruhan. 

No More Posts Available.

No more pages to load.