Jakarta, sketsindonews – Memasuki Idul Fithri 1441H di tengah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) karena pandemi COVID-19, tentu memiliki makna berbeda bagi umat Islam. Takbir yang bergema bukan lagi terpusat di masjid-masjid, musholla-musholla, tetapi di rumah-rumah, begitu pula shalat Idul Fithri. Kesederhanaan di saat Idul Fithri juga nampak di kebanyakan umat Islam, terutama di lapisan bawah dan juga lapisan menengah, karena memang hidup harus berhemat di tengah perekenomian yang lesu.
Juga karena adanya PSBB, tidak banyak aktivitas saling kunjung mengunjungi dari umat Islam untuk bermaaf-maafan yang membuat tuan rumah perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk berpenampilan dengan pakaian yang baru dan mahal serta makanan yang berlimpah untuk para tamu.
Puasa dan kesederhanaan merayakan Idul Fithri 1441H ini karena pandemi COVID-19 sesungguhnya cermin dari kebangkitan masyarakat baru, masyarakat Islam, yaitu kebangkitan kaum sufi baru.
Kaum sufi baru ini adalah nasyarakat Islam yang hidup di tengah Pandemi COVID-19 yang mau tidak mau, siap atau tidak siap, harus mengamalkan ajaran sufi dalam kehidupan sehari-hari agar kehidupannya tetap berjalan (survive), tetap merasakan ketenangan batin dan tetap merasakan kebahagiaan walau dalam keterbatasan, kekurangan fasilitas dan materi. Qana`ah atau merasa cukup, tawakkal atau menyandarkan kepada Allah SWT untuk kepentingannya sehingga melahikan sikap husnudzhan, berperasangka baik kepada Allah SWT atas segala kebaikan dan keburukan yang menimpa dirinya; zuhud; dan wara bukan lagi menjadi ucapan tetapi menjadi perilaku dari masyarakat sufi baru ini.