Sementara Arif Budiman penggiat sosial menyatakan, ada 5 hal masalah terhadap para pihak pimpinan UMKM yang menyebabkan hingga saat ini Lokbin Galur terus tidak kondusif.
Pertama, aturan main atau Pergub tidak tranparansi dalam sosialisasi dimana para pedagang menjadi protes karena tidak ada dialog secara baik mengambil solusi persoalan.
Kedua, data dari pihak Satpel UMKM Kecamatan itu hanya berpatokan pada ‘like in dislike” orang tertentu, walaupun pedagang lokal “delet’ saja, padahal mereka pedagang lama sudah puluhan tahun berdagang dan memiliki surat walaupun ada tunggakan tanpa kompromi diputuskan tanpa musyawawah oleh pihak Satpel UMKM.
Ketiga, secara logika quota yang dibangun revitalisasi molor tersebut bisa mencukupi bagi masuknya pedagang luar pun jika Lokbin tidak melakukan pemanfaatan dimana beredar kios di tawarkan (dijual) hingga puluhan juta rupiah bagi pedagang yang siap menempati.
“Buat apa ada revitalisasi jika masih saja nantinya ada pedagang di jalan serta depan Lokbin galur, akibat mereka terpinggirkan oleh kebijakan hanya karena kekakuan aturan serta pungli kios,” ujarnya.