Anang mengemukakan, modus operandi para pencoleng yaitu dengan bekerja sama untuk mengajukan kredit untuk 28 pegawai PT LMS pada periode Juni 2017 hingga Mei 2018 lalu. Akan tetapi setelah dana pinjaman cair, uang tersebut tidak diserahkan kepada pegawai.
“Modus mereka bekerja sama dengan mengajukan pinjaman seolah-olah untuk pegawai, tapi dokumennya dipalsukan. Mereka ini memakai data pegawai (PT LMS). Faktanya itu (dana pinjaman) tidak digunakan sebagaimana mestinya dan tak sampai pada pihak yang datanya terlampir itu,” tuturnya.
Adapun dana pinjaman itu, lanjut Anang, dicairkan sebanyak dua kali, antara lain sebesar Rp 6,2 miliar pada tahun 2017 lalu dan sebesar Rp 3,3 miliar pada tahun 2018.