“Sebenarnya Jaklingko itu juga adalah bagian layanan integrasi sistem transportasinya Transjakarta. Jadi bukan kebijakan baru di bidang transportasi. Seharusnya tidak perlu ada layanan di dalam layanan besar seperti Jaklingko di dalam perusahaan layanan Transjakarta. Sebagai sebuah sistem integratif Transjakarta ya semua layanan bus termasuk bus kecil yang dirubah namanya saja menjadi Jaklingko itu menjadi aneh dan lucu,” katanya.
“Warga Jakarta ingin dan membutuhkan membangun sistem transportasi publik yang integratif, kok Anies malah membuat terpisah antara Transjakarta di dalamnya ada Jaklingko. Kelihatannya Anies ingin terlihat berbeda dengan Gubernur Jakarta sebelumnya. Memang akhir kita dapat melihat dan ada buktinya, Anies sebagai gubernur Jakarta hanya mampu membangun Jaklingko yang tidak tuntas,” lanjut Azas.
Seharusnya semua layanan bus itu terintegrasi dan satu dalam manajemen Transjakarta. Tidak perlu bahkan tidak boleh lagi ada layanan yang menolak disatukan atau diintegrasikan. Jadi ke depan, jika Anies Baswedan mau dicatat dalam sejarah pembangunan transportasi publik Jakarta harus bisa membuat kebijakan besar dan signifikan perubahannya.
Misalnya saja adalah menuntaskan pembangunan sistem layanan transportasi publik bus kota di Jakarta dalam satu layanan Transjakarta dan meleburkan Jaklingko dalam satu manajemen Transjakarta.
“Juga ke depan yang harus dilakukan oleh Anies Baswedan adalah mengintegrasikan semua pelayanan transportasi publik yang sudah dibangun oleh para gubernur pendahulunya,” tutup Azas.
(Nanorame)