Abai Terhadap Kekecewaan Bisa Menjadi Malapetaka

oleh
oleh

Keenam, dalam iklim demokratis sulit menghadang hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Sebaliknya counter dari pemerintah yang elegan dan persuasif sama sekali tidak efektif. Pemeliharaan entitas pendukung non partai dari civil society (relawan) terlanjur tercerai berai.

Ketujuh, kalau mau jujur TNI dan Polri kurang menguasai dan kekurangan alasan legal untuk merespon gerakan-gerakan oposisi tahap awal yang berujung makar. TNI dan Polri seakan dipancing untuk bermain keras, karena mereka memang berharap ada kekerasan dan martir untuk menimbulkan efek hiperbolik dari gerakan mereka. Keterlibatan para purnawirawan TNI, intelektual, tokoh-tokoh populer bisa memperkokoh pencitraan bahwa gerakan ini mencerminkan perlawanan genuine dan bukan gerakan makar.

Kedelapan, pembantu presiden kurang memahami transformasi dari gerakan moral menjadi gerakan politik pada era informasi. Selanjutnya perubahan dari aksi informatif menjadi aksi agresif yang terpolitisasi dan terorganisir. Apalagi pada era informasi dan posisi dukungan yang terus tergerus akibat permainan isu, loyalis yang militan semakin langka.

Kesembilan, presiden terlalu overestimasi terhadap partai politik (parpol) seolah bisa menjadi garda terdepan dalam menghadapi gerakan oposisi. Di lain pihak presiden tidak memahami konsep demokrasi kontemporer bahwa parpol memiliki porsi kecil dalam mempengaruhi kebijakan nyata. Sementara parpol tentu lebih mengutamakan strategi menghadapi Pemilu/Pilpres 2024, daripada menjadi pendukung konyol rezim yang akan berakhir.

Kesepuluh, konsep jejaring dalam sistem sosial dan politik belum dipahami dengan baik. Bahwa aktor dan jejaring aktor sangat menentukan arah dan gerakan sosial masyarakat. Kejatuhan Suharto adalah konsekuensi dari kebodohan dalam memahami peragian gerakan oposisi menjadi aksi nyata penumbangan rejim sebagai hasil dari proses pembangunan jejaring.

KEJATUHAN BUNG KARNO

Melihat beberapa alasan pembiaran tersebut, saatnyalah presiden tampil elegan dan aktif menjelaskan semua alasan dari kebijakannya. Kejujuran adalah kunci agar penjelasan memiliki explanatory power sehingga kepercayaan pada pemerintah pulih kembali. Jangan biarkan pihak lain mendapatkan dukungan dan kekuatan hanya karena berhasil “membongkar apa yang disembunyikan”.

Kejatuhan Sukarno adalah keterlambatan memberi penjelasan yang jujur dan substansial tentang latarbelakang kebijakan politiknya. Bung Karno terlalu tricky dalam mengelabuhi massa dengan retorika dan bukan memberi penjelasan yang intelektual dan masuk akal. Rakyat dibuat mabuk oleh kesadaran palsu (false consciusness) dan bukan kesadaran sejati untuk membangun kepercayaan politik.

Bung Karno lengah bahwa kapitalisme Barat telah membangun jaringan penetratif dengan para komprador baik sipil maupun militer. Ketika jejaring sudah solid terbentuk, gerakan di tingkat elit hanyalah trigger factor ibarat menumbangkan pohon yang penampangnya sudah digergaji 90 persen. KAMI sudah didirikan di mana-mana, pendukung pemerintah dan birokrasi sibuk oleh penanganan pandemi Covid 19, dan relawan pun sudah mengalami demoralisasi serius.

Apa yang harus kita lakukan?

No More Posts Available.

No more pages to load.