Kondisi ini dipandang kian tak masuk akal kala UIL dan Eko Aji Saputra tak mengajukan tagihan dalam rapat verifikasi utang PDS.
“Kami ingin tahu benar nggak uang itu masuk ke PDS? Ada uang Rp 360 miliar tapi Juni sudah nggak bisa bayar utang Rp 2 miliar. Semakin aneh, sekarang dia tidak mengajukan tagihannya. Pertanyaan siapa Aji Saputra? Apakah benar dia mempunyai tagihan Rp 2 miliar?” tuturnya.
Kinerja kurator juga disoroti pihak kreditur. Sebab mereka dinilai tak optimal dalam pengamanan aset PDS. Kurator, kata Ryan belum melakukan pemblokiran sementara terhadap aset PDS yang dikuasai UIL.
“Jadi di luar sana UIL bisa saja melelang aset itu, tanpa mengikuti prosedur,” kata Ryan.
“Kita sudah minta ke kurator mana laporan keuangannya? Uangnya ini dikemanain sih, ada Rp 592 miliar dari kita? Buat apa? Kok nggak ada bangunan. Katanya kurator belum bisa meminta dari PDS, loh dia yang berkuasa sekarang bukan tergantung lagi sama PDS. Dia langsung saja ke bank, cari,” imbuh kreditur PDS, Srihanto Nugroho.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk memperhatikan persoalan ini supaya industri properti apartemen tidak kehilangan kepercayaan konsumen. Sebab, para kreditur mengaku lelah dengan sistem peradilan yang dinilainya tak berpihak kepada mereka.
“Hakim memutus pailit tanpa kita tahu uang kemana, laporan keuangan tidak ada. Aset tidak diblokir. Lelah kita dengan sistem peradilan seperti ini. Kita meminta Presiden Jokowi memperhatikan melalui menteri-menterinya yang terkait,” tandas Ratna Mediawati, kreditur yang telah menyetorkan uangnya Rp 680 juta ke PDS.
(Eky/siaran pers)