“Cuma disayangkan posisi MUI justru dilemahkan dalam UU Cipta Kerja ini,” kata Muhammad Maksum.
Sekretaris Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), M Kholid Syeirazi, menilai semangat UU Cipta Kerja yang ekstraktif patut dicermati karena dinilai hanya untungkan korporasi.
Kholid mengatakan, regulasi itu juga berpotensi menjadikan pemerintah pusat sekadar sebagai panitia pembagi-bagi konsesi. Meski begitu, dia mengingatkan bahwa keberatan terhadap undang-undang tersebut harus dilakukan secara konstitusional, misalnya melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution, menyoal pembentukan UU Cipta Kerja. Menurutnya undang-undang tersebut dibentuk tanpa transparansi dan pelibatan elemen masyarakat. Sebab itu, UU Ciptaker berpotensi melanggar banyak ketentuan formal perundang-undangan.
“Misalnya ada pasal yang mengatur bahwa PP (peraturan pemerintah) bisa mengubah undang-undang,” kata Maneger dalam webinar tersebut. Dia juga menilai pengesahan regulasi itu sebagai bentuk pengabaian anggota DPR terhadap aspirasi masyarakat.
(Nanorame)