Dadang pun merespons dengan menyorongkan nama perusahaan PT Pilar Mars Pratama atau PT PMP kepada saksi Mikrowa Kirana. Tujuannya sudah tentu mengenai surat pengajuan pinjaman PT PMP sebesar Rp10 miliar lekas cair.
Namun dalam ruang persidangan terkuak fakta bahwa sesungguhnya PT PMP telah mati suri alias sudah tidak beroperasi lagi.
Namun entah mengapa PT Bank Bukopin tetap menyetujui permohonan Dadang sebesar Rp7,45 miliar. Bahkan Ketua Majelis Hakim menyayangkan sikap PT Bank Bukopin Tbk yang tidak menerapkan standar kehati-hatian. “Ini uang kami pak. Kami mewakiki rakyat banyak. Kalau kalian berbuat seperti itu kacau kita,” tutur Rosmina kala itu.
PT PMP sendiri bergerak dibidang advertising. Tetapi dalam dokumen tercantum usaha pertambangan nikel di Pulau Sulawesi.
Lebih mirisnya lagi dugaan persengkongkolan jahat tersebut juga terencana dan diketahui pimpinan Bank Bukopin Cabang Jakarta Selatan, Agniy Irsyad.
“Agniy Kepala cabang Bank Bukopin Saharjo mengetahui sertifikat saya ada di BPR Bu Hakim,” ungkap kesaksian Dirut PT PMP Hilarius Ferry Anorta pada Rabu (3/2/21) silam.
Bahkan masih kata Ferry, ia bersama Terdakwa Dadang dan Agniy Irsyad sempat melakukan pertemuan di Kota Bogor. Guna membahas hutangnya di Bank Bukopin. “Kami sempat melakukan pertemuan di Kota Bogor untuk membahas bunga hutang sebesar Rp600 juta,” aku Ferry.