Saya menyimak beberapa pemaparan visi, misi dan program sebagian bakal calon tersebut yang beragam latar belakangnya: akademisi, aktivis, politisi dan birokrat, ucapnya.
Dalam sejarah perjalanannya, kepemimpinan eksekutif NU di DKI Jakarta tidak pernah jauh dari empat golongan ini: akademisi ((ulama saya masukkan ke dalam golongan akademisi), politisi, aktivis dan birokrat ditambah satu golongan lagi, yaitu: pengusaha.
Seperti yang saya tulis bersama rekan-rekan saya di buku NU di Jakarta: Sejarah dan Dinamika. NU Jakarta jelas pernah dipimpin oleh akademisi atau ulama ketika NU pertama kali berdiri dengan status konsul (Konsul NU di Batavia), yaitu di kepemimpinan Guru Marzuqi Cipinang Muara yang dilanjutkan oleh Guru Manshur Jembatan Lima. NU Jakarta juga pernah dipimpin oleh seorang kyai yang aktivis, seperti KH Zainul Arifin Pohan. NU Jakarta juga pernah dipimpin oleh seorang politisi, yaitu KH Achmad Mursyidi NU Jakarta pernah juga dipimpin oleh pengusaha, seperti H. Ir. Djan Faridz walau beliau juga seorang politisi. NU Jakarta sering juga dipimpin oleh birokrat, seperti Dr.Ing.H.Fauzi Bowo, Sekda dan Gubernur DKI Jakarta) dan Dr. H. Saefullah, M.Pd, Sekda DKI Jakarta, papar Kiki.
Itu contoh yang pernah memimpin NU DKI Jakarta dari kelima golongan ini, mereka bukan tokoh kecil, mereka adalah tokoh-tokoh besar, yang memiliki gaya yang khas dalam membesarkan NU di DKI Jakarta, mereka telah memimpin dengan sepenuh hati. Namun sayang, tidak banyak karya intelektual dan karya sosial yang mereka tinggalkan untuk Nahdliyyin di Jakarta selain kantor PWNU DKI Jakarta yang sekarang lebih bagus dari sebelumnya.
Sebagai harapan saya kedepannya PWNU ini berada di Ibu Kota Negara Kesatuan Republika Indonesia, pusat pemerintahan dan bisnis nasional, tapi tidak satu rumah sakit pun dan tidak ada satu pun lembaga pendidikan yang bergengsi yang terbangun atas nama NU DKI Jakarta.