Mengenai harga per 1 meter tanah seluas 13.700 M2 ditetapkan sebesar Rp. 4.500.000, sehingga nilai tanah total keseluruhan adalah Rp61.650.000.000, dengan termint pembayaran sesuai Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan No 33, yang merujuk pada pasal 3.
Kemudian dilakukanlah pembangunan yang mana uang untuk pembangunan tersebut adalah berasal dari Klien kami yang diperoleh dari pinjaman pribadi di Bank CIMB NIAGA sebesar Rp 20 miliar dan terhadap uang tersebut PT. Mirah Bali Konstruksi telah melakukan pembayaran dengan cara mengangsur namun sampai saat ini belum dibayarkan kembali oleh Pelapor Hedar Giacomo Boy kepada Klien Kami sebesar Rp6 miliar, pemasaran dan penjualan pun dilakukan oleh PT Mirah Bali Konstruksi dimana semua perencanaan dan pelaksanaannya diatur langsung oleh Pelapor, Hendar Giacomo Boy Syam selaku direktur perusahaan.
Bahkan ternyata, menurut Mila Tayeb Sedana,SH selain uang Rp6 miliar yang belum dibayar ternyata tanah seluas 1.700 M2, yang tidak termasuk dalam perjanjian disepakati oleh Pelapor Hendar Giacomo Boy Syam dijual kepada pihak ketiga (Chrisyopher Edward Kidd), dan uang hasil penjualan tanah tersebut hingga kini tidak pernah diserahkan kepada Klien kami, sehingga terkait persoalan ini telah kami laporkan ke Ditrreskrimum Polda Bali, sebagaimana Laporan Polisi No: LP/391/X/2020/BALI/SPKT tertanggal 20 Okrober 2020;
“Alih-alih mengembaikan uang sebesar Rp6 miliar dan hasil penjualan tanah seluas 1.700 M2, Hendar Giacomo Boy Syam malah melaporkan klien kami berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP-B/43/II/2020/Bali/Res Badung tanggal 5 Februari 2020 tersebut, dengan tuduhan palsu, yakni menjual tanah kurang luas, mengaku mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp9 miliar, dan klien kami kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung. Ini strategi praktek mafia yang licik dan kasar, yang ironisnya mendapat dukungan dari oknum penyidik dan JPU” ujar Mila Tayeb Sedana, SH.
Padahal berdasarkan fakta dan hukumnya, tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Zaenal Tayeb, sehingga sangat nyata kalau penetapan Zaenal Tayeb sebagai Tersangka oleh Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung adalah bertentangan hukum, tindakan yang semena-mena (obuse of power) dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana (misbruik van rect process).
“Rekayasa dan kriminalisasi yang dilakukan oknum Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung tidak mencerminkan Polri yang Presisi, sekaligus tidak mengindahkan statement Presiden Joko Widodo yang mengultimatum akan mencopot para penegak hukum yang terlibat mafia, yang kerap “menggigit” orang yang benar, serta melindungi orang yang bersalah, yang hendaknya menjadi perhatian Kapolri dan Jaksa Agung RI,” ujarnya.
(Sofyan Hadi)