Oleh karena tiada itikat baik membayar jasa penambangan yang dilakukan, Herman Tandrin pun melaporkan Komisaris PT DBG Robianto Idup dan Dirut PT DBG Iman Setiabudi ke Polda Metro Jaya. Robianto Idup kabur dan menghilang hingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Semua itu belum mempan, Robianto Idup di-red notice-kan lagi hingga akhirnya menyerah di Denhaag, Belanda. Berbeda dengan Iman Setiabudi, dia mengikuti proses hukum dan dihukum setahun hingga hukumannya itu usai dijalani kala Robianto Idup masih melanglang buana di negeri Kincir Angin.
Diboyong ke Indonesia kemudian menjalani proses hukum di PN Jakarta Selatan tidak membuat Robianto Idup mengakui perbuatannya. Dalam persidangan, majelis hakim PN Jakarta Selatan pimpinan Florensani Kendengan SH MH membebaskannya dari dakwaan maupun tuntutan hukum (pidana). Majelis mengakui ada perbuatan dilakukan Robianto Idup namun bukan merupakan tindak pidana. Robianto Idup pun peroleh putusan onzlagh dan dikeluarkan dari dalam tahanan.
Putusan yang bertentangan dengan vonis PN Jakarta Selatan lainnya atas nama Iman Setiabudi itu tentu saja diajukan keberatan oleh JPU dengan melakukan kasasi. Mahkamah Agung (MA) sendiri akhirnya mengabulkan upaya hukum kasasi JPU namun dengan vonis 18 bulan penjara dari 42 bulan masuk bui tuntutan JPU.
Hampir bersamaan dengan kasasi JPU, Herman Tandrin juga mengadukan majelis hakim PN Jakarta Selatan pimpinan Florensani ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) MA. Namun tindak lanjut dari pengaduan tersebut sampai saat ini belum ada, sementara hakim Florensani Kendengan sudah dialihtugaskan ke PN Jakarta Barat.
(Sofyan Hadi)