3. Kepemimpinan yang Kuat.
Suami adalah pemimpin dalam keluarga dan secara fitrah Allah memberikan potensi kepemimpinan tersebut untuk bekal memimpin isteri dan anak-anaknya. Suami juga merupakan manajer tertinggi yang bertanggungjawab menghantarkan seluruh anggota keluarganya mencapai tujuan hidupnya. Bukan hal yang main-main, karena sebelum dia mendapatkan amanah sebagai suami (pemimpin) sebelumnya dia harus membuat sebuah perjanjian yang berat (mitsaqan ghaliza) sehingga sang wanita yang kemudian menjadi isterinya berada sepenuhnya (dunia dan akhirat) dalam tanggung jawab.
Ironisnya banyak lelaki yang menganggap enteng proses akad sebagai ucapan formal belaka sebagai syarat sahnya pernikahan tanpa tahu konsekuensinya. Sehingga ketika selesai mengucapkan akad nikah ucapan yang keluar dari mulutnya adalah, “Yess!!” Dan bangga kalau berhasil mengucapkan akad tanpa harus mengulanginya.
4. Materi yang Cukup.
Mohon maaf untuk poin yang satu ini memang agak subyektif. Materi memang bukan segalanya tapi dengan materi banyak hal yang menjadi lebih mudah dilakukan. Jangan pakai istilah sepiring berdua atau biar miskin yang penting cinta. Tapi pikir gizi anak, sekolah anak, pakaian isteri, fasilitas rumah tangga yang memadai dan lain-lain. Memberi hadiah yang romantis untuk isteri akan lebih susah kalau tidak punya uang, tersenyum kepada isteri jadi lebih susah kalau pundi-pundi dapur kritis, menafkahi keluarga gak cukup-cukup karena memang tiap bulan materi selalu kurang, dan banyak kasus rusaknya harmonisme suami isteri gara-gara masalah materi. Jadi sebagai wujud tanggung jawab, suami sholeh punya tugas juga untuk menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga dan jangan sekali-kali mengekspor isterinya untuk jadi TKI.
Mengakhiri tulisan ini saya teringat perkataan Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Berbuah Surga, katanya: “Carilah seorang teman yang baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga. Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tetapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan; karena Allah. Kekuatan cinta tersebut akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk ke surga.”