Bahwa dengan keberadaan sifat final dan mengikat putusan DKPP, tugas penyelenggaraan pemilu yang diemban oleh Para Pemohon termasuk di dalamnya tugas untuk melakukan koordinasi, supervisi, dan arahan kepada KPU di daerah menjadi terkendala. KPU daerah yang secara hierarkis merupakan bawahan dari KPU, lebih mendengarkan arahan DKPP karena takut mendapatkan sanksi daripada mengikuti arahan KPU yang notabene adalah atasannya langsung.
Diketahui kerugian konstitusional para pemohon, yaitu ibu Evi pernah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam putusan DKPP Nomor 317-PKEDKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020.
“Meskipun ibu Evi menang di PTUN. Namun DKPP tetap tidak mengakuinya sebagai anggota KPU. Secara tidak langsung mereka ingin mengatakan pengadilan tidak bisa mengoreksi putusannya,” paparnya.
Sedangkan pak Arief diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua KPU atas laporan mendampingi ibu Evi saat mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta untuk melakukan upaya hukum.
“Apa yang salah dengan tindakan melakukan upaya hukum ke pengadilan dalam rangka mencari keadilan. Itu-kan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi dan oleh karena itu, tindakan pak arief tidaklah tepat jika dinyatakan merupakan pelanggaran kode etik,” tutupnya.