Ormas-ormas tersebut juga mendukung pemerintah dengan memfasilitasi penyelenggaran vaksin bagi umatnya masing-masing dan masyarakat luas, membantu tenaga kesehatan (nakes); membantu para penderita Covid-19 yang melaksanakan isolasi mandiri (isoman) dengan membuat dapur umum dan posko isoman; menyediakan tabung oksigen secara gratis; mengadakan edukasi dan memberikan bantuan ke masyarakat untuk tetap berdaya di tengah pandemi; dan lain sebagainya.
Begitu pula hal yang sama dilakukan oleh organisasi masyarakat lainnya seperti organisasi alumni kampus, di antaranya IKALUIN Jakarta, IA-ITB, ILUNI UI, dan lain-lain.
Dengan kata lain, PPKM level empat “tidak berlaku” bagi ormas-ormas tersebut. Karena ketika masyarakat sedang membatasi kegiatannya, bekerja dari rumah atau work from home (WFH), ormas-ormas tersebut justru terus giat beraktivitas di tengah masyarakat, mendampingi nakes dan penderita Covid-19. Itulah watak dan jati diri organisasi masyarakat yang sebenarnya: tetap eksis di tengah krisis, tetap ada di tengah bencana untuk sesama walau nyawa taruhannya. Tidak ada yang bisa melarang ormas beraktivitas untuk Covid-19 di tengah PPKM level empat karena pemerintah juga sangat terbantu dengan kiprah mereka.
Ormas-ormas tersebut juga mendukung kebijakan PPKM level empat dari pemerintah, tidak menolaknya. Faktanya, sejauh ini, PPKM level empat diperpanjang berkali-kali pun asal memiliki alasan yang kuat demi keselamatan dan kemashlahatan masyarakat akan terus didukung mereka. Jika pun ada yang menolak, sejauh ini hanya ditolak oleh segelintir orang. Atau jika pun ada ormas yang menolak kebijakan dan perpanjangan PPKM level empat maka ormas yang menolak ini tidak memiliki kapasitas untuk melakukan pembangkangan sipil (civil disobedience) yang dapat menggagalkan pelaksanaan PPKM level empat, terang Kiki.