“Jelas dalam uu parpol diberikan kewenangan selain verifikasi berkas persyaratan diberikan juga kewenagan penelitian dan pengujian kebenaran atas syarat permohonan sementara dalam permohonan perubahan AD/ART dan Kepengurusan Partai Politik hanya diberikan kewenangan verifikasi admistrasi saja, verivikasi itu Bahasa ceklis kalo ada ceklisnya yang dipersyaratkan ya harusnya permohonan pemohon diterima dan ditindak lanjuti dalam Surat keputusan,” terangnya.
Bahwa Fakta dalam surat penolakan permohan pemohon oleh Menkumham tertanggal 31 maret 2021 yang menjadi obyek sengketa sekarang di PTUN Jakarta, lanjut Rusdiansyah dalam poin pertamanya Kementrian Menteri Hukum dan HAM Telah Melakukan Pemeriksaan dan atau verivikasi tentang seluruh dokumen yang disampaikan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan AD/ART Partai Demokrat.
“Ahli menerangkan bahwa badan atau pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham telah keliru mengunakan AD/ART Partai Demokrat Sebagai batu Uji dalam menolak permohonan Penegesahan Kepengurusan partai Demokrat Hasil KLB deliserdang, hal ini telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang baik serta Melampaui kewenangan yang dimiliki yang diberikan oleh UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017,” paparnya.
Selanjutnya terkait Mahkamah Partai yang memiliki kewenagan menerbitkan bebas sengketa, kata Rusdiansyah ahli menerangkan bahwa mahkamah yang berwenang menerbitkan surat bebas sengketa adalah mahkamah hasil kongres terakhir bukan mahkamah yang terdaftar di kemenkumham karena kepengurusan serta Mahkamah partai yang terdaftar di Kemenekumham sudah di demisionerkan dalam forum tertinggi partai yaitu kongres atau KLB karena bebas sengketa yang dimaksud adalah surat bebas sengketa apakah ada peserta pemilik suara sah dalam kongres itu yang keberatan atas hasil KLB, dan jelas di dalam permenkumham 34 tahun 2017 tidak disebutkan bahwa Mahkamah pertai yang berwenang menerbitkan surat keterangan bebas sengketa adalah mahkamah partai yang terdaftar di menkumham.
“Jadi nggak boleh ada penafsiran lain selain apa yang dimaksud,” ujarnya.
Sementara, Rusdiansyah melanjutkan bahwa ahli Associate Prof. Dr. Suparji, SH, MH. Menerangkan dalam keteranganya bahwa AD/ART Partai merupakan hasil kesepakatan maka harus memenuhi syarat sah sebuah kesepakatan sebagai mana diatur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian sebab yang halal, dalam hal sebuah kesepakatan tidak memenuhi syarat sah yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian maka kesepakatan dapat diajukan pembatalan di pengadilan sementara kalo tidak memenuhi sebab yang halal maka kesepakatan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan.
“Jadi Ketika AD/ART partai Demokrat 2020 isinya bertentangan dengan undang-undang maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan,” jelasnya.