Karena orang-orang macam ini, terutama orang komunis waktu itu, mereka kerjanya keluar masuk penjara. Kalau melanggar hukum mereka ditangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara selama satu atau satu setengah tahun, lalu dimasukkan lagi ke penjara.
Menurut Schrieke ini kasihan. Lebih baik ditunjukkan tempat di mana mereka bisa mendapat kehidupan yang tentram, tidak diganggu oleh mimpi-mimpi untuk merdeka atau untuk mendirikan masyarakat komunis. Jadi, ide itu sudah ada pada tahun 1925, tapi tetap dipertahankan sebagai ide saja. Sekonyong-konyong, waktu pemberontakan terjadi, ide itu dijalankan.
Dalam konteks yang lebih besar, perlu diperhatikan satu fakta bahwa Belanda adalah kekuatan kolonial yang minor. Bukan yang nomor satu, tetapi nomor tiga, setelah Inggris dan Perancis. Koloni yang mereka punya dan berarti, adalah Hindia Belanda. Lain dari Inggris.
Karena Inggris punya koloni di Afrika, Australia, India, dan di banyak tempat lagi. Kalau umpamanya ada orang di Birma yang jadi nakal dan harus dibuang, mereka bisa ditempatkan umpamanya ke Sri Lanka atau ke Afrika.
Tapi karena di Hindia Belanda tidak ada tempat lain, kemana orang-orang macam ini bisa dibuang. Jadi, pejabat tinggi Hindia Belanda pada tahun 1926 menyimpulkan bahwa lebih baik mendirikan satu tempat di Hindia-Belanda, dimana lebih dari seribu orang bisa dibuang.
10 Januari 1950, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika A.H.J Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjungi Sultan Hamid II di Hotel Des Indes, jakarta. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949.
Penulis :
Almahesa Putra