Jakarta, sketsindonews – Sebagai sebuah ibu kota, DKI Jakarta menjadi melting pot. Tempat berkumpulnya beragam latar belakang penduduk, suku, dan budaya. Tak hanya nusantara, namun juga dunia.
Pengaruh ragam budaya ini sudah berlangsung sejak lama. Pada saat penjajahan, berbagai bangsa yang berasal dari Tiongkok, Portugis, Belanda dan Arab banyak yang tinggal di Batavia (Betawi) atau Jakarta.
Keberadaan masyarakat yang berasal dari berbagai suku bangsa telah memberikan pengaruh seni dan budaya. Tak terkecuali makanan khasnya. Di samping kearifan lokal kuliner masyarakat Betawi itu sendiri.
Salah satu kuliner khas Betawi yang sarat makna adalah “kue satu”. Kue yang terbuat dari kacang hijau ini memiliki tekstur lembut, mudah hancur menjadi perlambang dari suasana batin masyarakat Betawi, yang sedang menjalankan ibadah puasa, agar hatinya tidak mudah tergoda akan hal-hal yang bisa mengurangi nilai ibadah atau membatalkan ibadah puasa itu sendiri.
Tidak hanya itu, kuliner Betawi menjadi kian menarik dari hadirnya sejumlah nama yang terdengar jenaka, mampu membuat penasaran (magic word).
Di antaranya Sayur Belande Kecebur Lumpur, Sayur Bebanci, Nasi Begane, Bubur Ase dan lain sebagainya. Dari fakta sejarah, makna perlambang, keberagaman, citarasa, penggunaan rempah-rempah Nusantara, penamaan jenaka, kuliner Betawi memiliki nilai jual tinggi yang harus dieksplorasi menyesuaikan dengan zamannya.
Namun sayangnya, masih banyak ragam kuliner Betawi yang berserak, yang keberadaannya hilang tergerus zaman karena tidak ada upaya untuk melestarikannya. Sejatinya kulinernya yang susah dicari itu memiliki potensi yang sama dengan kuliner Betawi yang telah menjadi ikon.
Untuk menggali lebih dalam keberagaman kuliner Betawi, situs berita www.ipol.id atau www.indoposonline.id menyelenggarakan talkshow & Cooking Competition: Perayaan Kreativitas & Inovasi
“Kuliner Betawi” di Masa Pandemi untuk Milenial, yang berlangsung di The Sultan Hotel & Residence Jakarta pada tanggal, 1 Desember 2021 mendatang.