Jakarta, sketsindonews – Beberapa tahun belakangan, sengketa tanah kian marak terjadi di Indonesia, bahkan hingga tak terkendali. Sengketa yang terjadi juga beragam seperti mafia tanah, harta warisan, perampasan lahan dan lain-lain.
Dalam kasus pertanahan bukan saja melibatkan Stakeholder dari negara itu sendiri. Namun juga pada banyak organisasi kemasyarakatan maupun perorangan.
Jika melihat pada konsep UUD 1945 yang mengatur tentang hak-hak penguasaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan diperuntukan untuk kemakmuran rakyat seperti tertulis dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Namun, dalam prakteknya banyak penyalahgunaan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terkait penguasaan tanah ini, mulai dari hak pakai dan hak sewa sehingga menimbulkan masalah baru. Yang mana merugikan perorangan maupun negara.
Pemerintah saat ini memiliki semangat Reforma Agraria yang pertama adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, yang kedua penguasaan dan yang ketiga adalah penggunaan sumber-sumber agraria (khususnya tanah) agar negara dapat dapat menyelesaikan persoalan pertanahan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat.
Saat ini banyak masalah yang timbul dalam sengkata pertanahan dianataranya tentang Hak Sewa dan Hak Pakai.
Dalam pasal 41 UUPA dijelaskan hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.