Nota pembelaan atau pledoi Teddy Minahasa (TM) yang disampaikan dalam persidangan Kamis (13/4/23) siang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, secara gamblang menunjukkan adanya perang bintang di tubuh Polri.
Demikian ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mencermati pledoi Teddy usai dituntut hukuman mati dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu.
“Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai,” ujar Reza dalam keterangannya, Kamis (13/4).
Perang bintang semacam ini, menurut Reza,
sangat berbahaya karena saling mangsa antaranggota kepolisian.
“Keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antarklik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat,” kata Reza.
Positifnya pertama, publik bisa teryakinkan bahwa posisi-posisi penting di lembaga kepolisian memang diisi oleh SDM terbaik. Dan kedua, strategic model dalam penegakan hukum. Yaitu polisi-polisi akan berlomba melakukan penegakan hukum bukan demi kepastian, kemanfaatan, apalagi kepastian hukum, melainkan untuk memperoleh credit point.