Menurutnya, Nezar sudah menunjukkan bahwa sejarah tidak melulu dibentuk oleh narasi-narasi besar.
Samiaji Bintang yang hadir sebagai penanggap menyatakan, semenjak dirinya masih menjadi jurnalis, tulisan Nezar memang selalu menjadi referensi dan inspirasi.
Tulisan khas Nezar dengan lead menarik yang membuat pembaca tidak bisa lepas sampai akhir.
“Untuk menulis tulisan seperti ini perlu pemikiran dan perlu pengamatan lingkungan,” ujar Samiaji yang merupakan mantan jurnalis Majalah Pantau di Aceh.
Terbitnya buku ini, disebutnya akan sangat membantu untuk pengayaan wawasan calon jurnalis di perguruan tinggi.
Artikel-artikel dalam buku ini juga dianggapnya bisa memberikan ruang imajinasi di tengah kebuntuan politik pada hari ini.
Diskusi dan bedah buku “Sejarah Mati di Kampung Kami” dihadiri berbagai kalangan dan diawali pembacaan puisi berjudul “Sayap Seudati” oleh sastrawan yang juga jurnalis Fikar W Eda dan dimoderatori oleh Muhammad Riza Nasser, produser BTV.
(Eky)