Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan Resmi Diganti: Kebijakan KRIS Membuka Sekat Sosial

oleh
oleh

Enam pokok persoalan tersebut juga didasarkan pada hasil temuan penelitian PRAKARSA tahun 2017 mengenai Ekuitas Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin dan Hampir Miskin di Indonesia (JKN). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan JKN di RS/PUSKESMAS/Klinik menghadapi kendala seperti fasilitas yang kurang layak, kualitas layanan kurang baik, dan jenis layanan yang tidak lengkap. Selain itu, persoalan akses terhadap layanan seperti transportasi menuju layanan kesehatan semakin menyulitkan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan.

PRAKARSA melihat pelaksanaan KRIS yang diatur dalam Peraturan Presiden tersebut merupakan langkah maju untuk mewujudkan akses jaminan kesehatan yang berkeadilan bagi rakyat Indonesia.

PRAKARSA juga mengapresiasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang telah membuka ruang dialog dengan aktor non-pemerintah dalam proses penyiapan kebijakan dan implementasi Kelas Standar Rawat Inap ini.

“Pelibatan kelompok masyarakat sipil dalam proses penyusunan kebijakan KRIS merupakan wujud konkrid kolaborasi multisektor dapat mendorong terwujudnya kebijakan yang berbasis bukti di Indonesia”, imbuh Maftuch.

Di sisi lain, PRAKARSA melihat kebijakan KRIS bukanlah akhir dari upaya meningkatkan keadilan JKN bagi masyarakat. Maftuch menekankan agar penerapan KRIS dengan kelas standard disetarakan dengan layanan kelas 2.

“Adanya penerapan KRIS dapat memunculkan dua dampak nyata, yakni: risiko kenaikan iuran dan risiko hilangnya peserta BPJS Kesehatan terutama yang sudah bergabung di kelas 1 sebelumnya”, tegas Maftuch.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.