Dijelaskannya, Putusan Peninjauan Kembali (PK) bersifat final. “Setelah Peninjauan Kembali (PK) diajukan dan diputus oleh MA, putusan Peninjauan Kembali (PK) bersifat final dan tidak ada lagi upaya hukum yang dapat diajukan untuk mengubah putusan tersebut.
Ketika ditanya apakah terhadap PK masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa atau PK untuk yang kedua kalinya, dengan gamblang Prof. Faisal menyatakan bahwa terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) perdata, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya.
Dia pun menyebut aturan tentang itu, yakni;
a. Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, berbunyi: “Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.”
b. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi: “Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”
Prof Faisal mengatakan, aturan main tentang PK perdata itu berkaitan dengan prinsip kepastian hukum dan finalitas putusan.”Aturan itu dibuat agar ada kepastian hukum,” ujarnya mengakhiri percakapan.
Untuk di ketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menerima PK yang ketiga dari pihak pemohon yang bernama Kartini. PK ketiga itu diajukan atas putusan PK kedua Makamah Agung RI tanggal 12 Juni 2023 dengan nomor 172 PK/ Pdt/ 2023. Jo. No. 83 PK/ Pdt/ 2022. Jo. No. 779 K/ Pdt/ 2020/ PT. DKI. Jo. No. 386/ Pdt.G/ 2017/ PN. Jktr. Utr.
Adapun nomor perkara PK ketiga itu, 386/ pdt.G/ 2017/ PN Jakarta Utara. Dalam PK ini, pihak termohonnya adalah Arbain.